Thursday, 4 October 2012

rahasia sang sunyi


Malam-malamku masih sama. Sendiri tanpa belaian. Meski aku tak sesering dulu untuk merindumu tiap sunyi menggeliat di sumsum tulangku. Malam masih sama. Gelap, pekat. Kini aku hampir tak bisa merasakan lembut tanganmu menjelajahi lekuk tubuh telanjangku. Aku tak bisa lagi merasakan bilurku melebur ketika kuingat sentuhmu, menyembuhkannya seketika. Tak bisa lagi kurengkuh sedikit rasa yang tersisa hanya dalam ingatanku yang sedikit pudar.
Bukan berarti kenanganmu pudar saat ini. aku masih sedikit haus akan cumbumu. Aku masih ingin mereguk manis bibirmu. Hanya saja aku sudah tak bisa merasakannya seperti dulu. aku tak bisa merasakannya dalam hayalanku.
Kadang aku berharap untuk bertemumu dalam mimpiku. Kau kembali memelukku terbata, ah memang kau bukan pemeluk yang fanatik, sepertiku. Aku suka memeluk. Aku sangat fanatik terhadap aliran pemelukan itu. kupuja puji. Aku begitu menyukai pelukan, terlebih memelukmu. Itu dulu.  kini aku tak berharap aku masih memiliki gairah itu untukmu. Kau menyuruhku melepaskan pelukanku. Kuturutilah. Demimu. Mungkin kau merasa sesak napas atau apalah. Atau jangan-jangan pelukanku menyiksa? Apa aku membuatmu terluka karena kulingkarkan tanganku pada tubuhmu? Mungkin saja.
Saat rembulan setengah sadar, aku memburu ingatanku akanmu. Sungguh. Memoriku masih sebaik dulu. aku masih menyimpan semua dalam otakku yang semrawut. Kusut. Sayang, sudah kubilang. Meski aku mengingatnya, aku tak bisa lagi merasakannya ada ketika kumembayangkannya, menciptakan memori itu dalam bayangku. Aku hanya melihat tanpa tersentuh. Aku hanya memandang tanpa terpaku ke dalamnya. Rasaku mati meski masih jelas sekali aku tetap merindumu untuk membungkusku dalam hidupmu.
Sudah. Sudah cukup larut. Mari hentikan saja bualan ini. apa?? aku tak membual. Ini apa yang kupikir dan rasakan. Cukuplah menuangkannya saja tanpa perlu kau baca. Semoga bisa meredakan rinduku yang berkecamuk akan rasa yang pernah ada.