Seperti
yang kukira. Teman baikku benar-benar mulai memikirkan masa depan. Suatu ketika
ia menyuntik soreku dengan tulisan. Tulisan tentang berumah tangga dan
sebagainya. Haha, aku tertawa saja meski tak luput juga tulisan itu kubaca. Aku
mulai penasaran mendengar cerita. Cerita tentangnya dan perjodohannya. Kutanya dia.
“Gimana?
Ada perkembangan apa? udah tanya dia keputusannya apa?”
Terdiam.
Mungkin ia bingung bagaimana menjelaskan keadaan. Kuberondong lagi dengan
permohonan untuk menceritakan. Sedikit memaksa sepertinya. Aku terkekeh
jadinya. Berhasil. Ia mulai bercerita.
“kayaknya
aku ga nyampe setahun, deh,” ucapnya singkat.
“Ha?
Apa maksudnya?” kujawab dengan cepat.
“Iya.
Jadi dia nunggu aku setahun ini. Abis itu kita bakalan punya hidup baru.” Lanjutnya.
“What?
Serius kamu? Jangan bercanda dong.” Kataku masih tak percaya.
Benar-benar
tak kusangka. Perjodohan itu membuka mataku lebar-lebar. Ternyata usia kami
memang sudah sempurna untuk ke jenjang yang lebih cetar (kok jadi ikut-ikut
artis sok iyes itu, sih? -_-). Kubuka lagi telingaku yang beberapa detik
menjadi samar.
“Kalau
aku udah mantep, keputusannya gitu.” Dia mencoba memperjelas keadaan yang
dialaminya. Aku yang mendengar tiba-tiba tercengang. Lagi. Terdiam. Lagi.
“Woy,
katanya pengen diceritain?” katanya sambil menepuk bahuku. Lamunanku yang samar
jadi buyar.
“Iya,
iya. Lagi mikir aja.” Kataku terkekeh.
Setelahnya
kami terdiam beberapa saat. Tak saling bicara. Kami memikirkan hal yang
terbersit dalam otak kami berdua. Aku berpikir bahwa memang dunia ini aneh. Penuh
dengan cerita aneh. Penuh dengan misteri yang aneh. Penuh dengan teka-teki yang
tak kalah aneh. Siapa sangka jalan cerita teman baikku sedemikian tak terbaca. Jelas
saja. Tuhan memang merahasiakannya.
“Menurut
kamu, aku udah pantes belum?” tanyanya padaku.
“Pantes
buat? Nikah?”
“Iya,
masa pantes buat jadi setan!” gerutunya.
“Hmm…
lha kamunya udah siap?”
“Belum.
Nah, makanya itu. Katanya, dia akan nunggu setahun. Tapi kalau lebih dari itu
dan aku masih belum siap, dia lepasin.”
Dia
kemudian melanjutkan ceritanya hingga akhir. Dia bilang padaku bahwa ia masih
memikirkan satu hal yang mengganjal pikirannya. Ya. Mantan kekasihnya. Dia sepertinya
masih belum merelakannya. Itu yang kubaca saat ia bercerita tentangnya. seperti
masih ada harapan untuk bersama. Masih ada harapan untuk bisa saling berpeluk
dalam cinta. Duh, insan muda. Sebegitu besarnya mengartikan cinta hingga ia
sendiri yang sengsara. Jangan kau pikir aku tak sama seperti mereka. Aku pula
begitu bodohnya mengartikan cinta. Seperti kamu, kamu, kamu, dan mereka.
“Oh
iya. Kamu udah bilang kamu belum siap sama mas itu?” tanyaku lagi tiba-tiba. Memecah
keheningan yang ada.
“Iya.
Aku bilangnya masih banyak yang harus aku selesein dulu. Awalnya dia shock
waktu aku bilang belum siap,”
“
Waduh, bener-bener serius tuh orang. Ati-ati kalau bikin keputusan. Emang apa
lagi yang bikin kamu nggak siap?” tanyaku memberondong.
Dia
menjelaskan bahwa ia dalam segi mental sudah siap. Dia justru tidak punya
pikiran yang ribet dalam hal pernikahan. Yang dia bingungkan dan belum siapkan
adalah sang calonnya kelak. Wajar saja, kupikir dia memang masih menunggu lelaki yang
tepat. Pastinya dia sudah memikir mantap-mantap. Atau jangan-jangan belum
pernah menjadi mantap? Masih menunggunya yang membuat hatinya berdebar cepat. Ah
sepertinya ada yang terlewat. Maka kutanyakan cepat-cepat.
“Kamu sama mr x gimana? Udah rampung
masalahnya?”
“Udah sempet aku tanyain ke dianya. Gimana
kelanjutan kisah kita? Aku tanya gitu. Setelah dia menjawab, akhirnya kita udah
nggak nggantung lagi. Meskipun berat. Tapi, ya sudahlah. Ada yang belum aku
omongkan juga sama dia. Aku masih belum bicara tentang mas ini sama dia. Aku takut.
Tahu sendiri, aku masih ingin sekali aja ketemu. Mungkin ntar pas kita ketemu,
aku baru ngasih dia tahu,” ceritanya lengkap.
“Ehmm.. emang sih aku sama dia udah
nggak gantung. Justru hubunganku sama mas ini yang gantung. Aku gantung dia
karena aku emang belum siap. tapi, dengan keadaan yang udah pasti, secara aku
udah nggak digantung lagi sama dia, mr x, keyakinanku jadi bertambah aku akan sama siapa
nantinya.” Lanjutnya masih tetap lengkap.
“Iya, sih. Paling nggak kalau kamu udah
mantep, coba kamu relain sedikit-sedikit sama mr x.” kataku padanya memberi
nasehat.
“Iya. aku yakin, hidup itu
pilihan. gak semua hal bisa aku dapat sesuai mauku, tapi juga harus aku
pertimbangkan apa yang lebih aku butuhkan. Life is hard, isn't it?
“Bener. Life is exactly hard. Life is a choice.”
Memang benar kata sahabat baikku. Hidup itu pilihan. Memang kadang kita
tak tahu apa yang benar kita butuhkan. Kita sering kali terjebak dengan hal
yang hanya kita inginkan. Hal demikian yang membuat kita lantas tak bisa
menang. Kalah melawan ego yang bertentangan. Namun satu yang pasti, Tuhan
selalu menyediakan apa yang kita butuhkan. Lalu, apa yang harus kita perbuat? Mungkin
kali ini kita lihat saja, biarkan waktu yang bicara.
bacak ini sambil was-was kena bacok... ahak, ahak..
ReplyDeletepuisi cinta di pojok blogku pernah bilang begini, kira-kira yah.., kamu mungkin tidak bisa menikah sama org yang kamu cintai, tapi kamu harus belajar mencintai orang yang kamu nikahin,, that's life... *berasaudahemak-emakdeh,,,
iya. bener tuh. ga selalu apa yang kita harepin itu yg akan terjadi. life life life....
DeleteMudah2an berjalannya waktu kau bisa menerimanya dan mungkin hari ini hatimu msh mersakan sakit krn tak bsa brsma orng yg km pilih, bgimnapun juga itu sudah trjdi dan mulailah tuk belajar tuk memulai dan Positif thinking bahwa Tuhan yg memilihkannya untukmu dgn tnpa kau mngetahui alasannya. Manusia mngkn bsa memilih tpi Tuhan yg menentukan dan tau yg trbaik untukmu
ReplyDeleteyupi...kita dari sana bisa memetik hikmahnya. tetap iklas menghadapi takdir yang ada.
Deleteit's life, and it's love.., we need to let them flow, sometimes....
Deleteof course.... let them flow and give our heart a break..haha
Delete