Beberapa
hari menjalankan puasa sudahkah membuat kita menyerah? Atau justru semakin
semangat untuk menyambut kemenangan? Pastinya itu semua tergantung niat
masing-masing, yah..
Hmm..
di sini aku cuma ingin berbagi cerita saja tentang kenangan-kenangan maupun
angan-angan.
Duh,
baru saja ponsel kena banting sama aku, sekarang dia lagi memperjuangkan
kehidupannya dengan merestart dirinya
sendiri. Niatnya ingin update status
di sosmed, tapi ya itu. Mati. Ya sudahlah, mending memang aku fokus saja di
sini. Siapa tau bisa sedikit mengobati hari-hari kalian yang sedikit kurang
gairah, halah.
(Oke,
plis nggak usah nengok ke hape yang ga idup2)<< talk to myself
Oh
iya, sekarang aku akan bercerita tentang jaman dulu lagi. Semoga tidak bosan
dengan cerita yang itu-itu saja. Cerita mengenai aku sendiri dan orang-orang di
sekitarku.
Dulu,
pas puasa seperti ini, sehabis tarawih, biasanya aku menuju kamar. Tahu untuk
apa? Untuk menuju ke tempat harta karunku berada. Pasti menebak-nebak apa harta
karun Lita kecil. Bukan barang berharga yang berkilau, apalagi handphone
canggih layar sentuh yang sekarang hits.
Bukan. Jelas bukan. Itu sekitar tahun 1990an. Tepatnya lupa. Yang jelas aku
sudah bisa puasa penuh.
Lita
kecil yang dulu begitu polosnya, tertutup dan suka membuat beberapa rahasia
kecil untuknya saja yang tahu. Salah satunya ini.
Di
sebuah kamar yang sekarang sudah tidak seperti dulu, di bawah meja belajar yang
sekarang nangkring dengan tidak sopannya di kamar atas, yang sudah di cat
sembarangan olehnya sendiri saking tak ada kerjaannya, Lita kecil
menyembunyikan makanan kecil yang begitu berharga baginya. Makanan favorit yang
sekarang sudah tidak pernah ditemuinya lagi di manapun.
Makanan
kecil itu di sembunyikan dengan rapih di sela-sela kayu yang menyangga bawah
meja belajar hingga tak ada yang bisa menemukan. Seingatku aku membelinya
sendiri dengan uang hasil tabungan uang saku sehari-hari. Itu salah satu kenapa
makanan itu berharga.
Satu
persatu aku lahap makanan kecil itu di kamar, hingga bapak ataupun ibuk tak tahu
sama sekali (maklum saja, bapak agak keras sama Lita kecil karena sering
sakit-sakitan, alhasil Lita kecil jarang dibolehi makan sembarangan, tapi tetap
saja. Tak ada yang bisa melarang). Selain itu, Lita kecil juga tak ingin
makanan berharganya itu dijamah oleh adik-adiknya yang suka ngributin minta,
membuatnya bete. Kriuk.. kriuk..
gurih, kadang rasa keju, kadang rasa jagung, kadang rasa ayam. Favoritku rasa
keju. Sedap rasanya, membuatku tak bisa berhenti memakannya. Seandainya satu
bungkus isinya banyak, pasti senang rasanya. Sayang, makanan itu tak punya
hati, sedikit sekali satu bungkusnya. Jadi, Lita kecil benar-benar menikmatinya
segigit demi segigit agar tak cepat habis.
Setelah
puas menikmati beberapa keping, aku keluar kamar. Pura-pura tak melakukan
apapun di sana. Melenggang dengan enaknya. Tanpa rasa bersalah (yaiyalah. Ngapain
merasa bersalah? Kan enak).
Begitulah,
setiap hari aku kumpulkan beberapa ribu rupiah untuk membeli makanan itu
sesempatnya. Canasta. Makanan favorit sepanjang masa, yang sekarang sudah tak
pernah kucicipi lagi rasanya. Keripik tepung kentang yang ditiru beberapa jenis
snack yang masih eksis, tapi aku tetap memberikan hatiku padanya. Canasta oh
canasta,,, kenapa bapakmu tak memproduksimu lagi? Atau aku yang tak bisa
menemukanmu dan tak mencarimu dengan sungguh-sungguh. Barang siapa yang saat
ini masih bisa menemukannya, kabari aku. Heee
Baiklah..
itu saja cerita konyolku, konyol ga si? Hahahha…. Entahlah. Gudnite…
No comments:
Post a Comment
Write me your comment