Wednesday 2 July 2014

little secret

Beberapa hari menjalankan puasa sudahkah membuat kita menyerah? Atau justru semakin semangat untuk menyambut kemenangan? Pastinya itu semua tergantung niat masing-masing, yah..
Hmm.. di sini aku cuma ingin berbagi cerita saja tentang kenangan-kenangan maupun angan-angan.
Duh, baru saja ponsel kena banting sama aku, sekarang dia lagi memperjuangkan kehidupannya dengan merestart dirinya sendiri. Niatnya ingin update status di sosmed, tapi ya itu. Mati. Ya sudahlah, mending memang aku fokus saja di sini. Siapa tau bisa sedikit mengobati hari-hari kalian yang sedikit kurang gairah, halah.
(Oke, plis nggak usah nengok ke hape yang ga idup2)<< talk to myself
Oh iya, sekarang aku akan bercerita tentang jaman dulu lagi. Semoga tidak bosan dengan cerita yang itu-itu saja. Cerita mengenai aku sendiri dan orang-orang di sekitarku.
Dulu, pas puasa seperti ini, sehabis tarawih, biasanya aku menuju kamar. Tahu untuk apa? Untuk menuju ke tempat harta karunku berada. Pasti menebak-nebak apa harta karun Lita kecil. Bukan barang berharga yang berkilau, apalagi handphone canggih layar sentuh yang sekarang hits. Bukan. Jelas bukan. Itu sekitar tahun 1990an. Tepatnya lupa. Yang jelas aku sudah bisa puasa penuh.
Lita kecil yang dulu begitu polosnya, tertutup dan suka membuat beberapa rahasia kecil untuknya saja yang tahu. Salah satunya ini.
Di sebuah kamar yang sekarang sudah tidak seperti dulu, di bawah meja belajar yang sekarang nangkring dengan tidak sopannya di kamar atas, yang sudah di cat sembarangan olehnya sendiri saking tak ada kerjaannya, Lita kecil menyembunyikan makanan kecil yang begitu berharga baginya. Makanan favorit yang sekarang sudah tidak pernah ditemuinya lagi di manapun.
Makanan kecil itu di sembunyikan dengan rapih di sela-sela kayu yang menyangga bawah meja belajar hingga tak ada yang bisa menemukan. Seingatku aku membelinya sendiri dengan uang hasil tabungan uang saku sehari-hari. Itu salah satu kenapa makanan itu berharga.
Satu persatu aku lahap makanan kecil itu di kamar, hingga bapak ataupun ibuk tak tahu sama sekali (maklum saja, bapak agak keras sama Lita kecil karena sering sakit-sakitan, alhasil Lita kecil jarang dibolehi makan sembarangan, tapi tetap saja. Tak ada yang bisa melarang). Selain itu, Lita kecil juga tak ingin makanan berharganya itu dijamah oleh adik-adiknya yang suka ngributin minta, membuatnya bete. Kriuk.. kriuk.. gurih, kadang rasa keju, kadang rasa jagung, kadang rasa ayam. Favoritku rasa keju. Sedap rasanya, membuatku tak bisa berhenti memakannya. Seandainya satu bungkus isinya banyak, pasti senang rasanya. Sayang, makanan itu tak punya hati, sedikit sekali satu bungkusnya. Jadi, Lita kecil benar-benar menikmatinya segigit demi segigit agar tak cepat habis.
Setelah puas menikmati beberapa keping, aku keluar kamar. Pura-pura tak melakukan apapun di sana. Melenggang dengan enaknya. Tanpa rasa bersalah (yaiyalah. Ngapain merasa bersalah? Kan enak).
Begitulah, setiap hari aku kumpulkan beberapa ribu rupiah untuk membeli makanan itu sesempatnya. Canasta. Makanan favorit sepanjang masa, yang sekarang sudah tak pernah kucicipi lagi rasanya. Keripik tepung kentang yang ditiru beberapa jenis snack yang masih eksis, tapi aku tetap memberikan hatiku padanya. Canasta oh canasta,,, kenapa bapakmu tak memproduksimu lagi? Atau aku yang tak bisa menemukanmu dan tak mencarimu dengan sungguh-sungguh. Barang siapa yang saat ini masih bisa menemukannya, kabari aku. Heee
Baiklah.. itu saja cerita konyolku, konyol ga si? Hahahha…. Entahlah. Gudnite…


No comments:

Post a Comment

Write me your comment