Saturday 11 August 2012

dalam diam kuberontak


Aku seorang wanita yang tengah berusia cukup untuk menjalin hubungan serius dengan seorang pria yang kuanggap pantas memilikiku dan yang menganggapku pantas memilikinya. Itulah yang terbenam dalam otak manusia yang hidup di sekitarku. Bukan termasuk aku yang memiliki pikiran yang menurutku kolot itu. mindset yang diinseminasi oleh nenek moyang tak kukenal. Tak berlaku untukku.
Kenyataan yang harus kuhirup adalah aku merasa takut untuk berkomitmen. yang kurasai adalah, aku begitu takut terhadap apa yang dinamai pernikahan. ngeri sekali aku dibuatnya. Salah satu alasan mengapa begitu kutinggikan kengerianku adalah aku tak mau hidup di bawah ketiak sang pria. aku tak mau terkekang kebebasanku olehnya yang mengagungkan sakralnya pernikahan. Tak mau. Tak sudi. Tak sudi aku dijadikan budak pria itu. apalagi jika pernikahan itu sudah dibumbui dan mengatasnamakan tuhan. Mual rasanya.
Aku wanita yang mencintai kebebasanku. Tak bisakah aku hanya kawin saja dan nantinya masuk surga dan kawin lagi tentunya. Yah, mereka bilang kawin tanpa pernikahan itu sundal! Lalu apa aku harus menikah dulu untuk bisa merasakan kawin?
Ah…Kawin kawin kawin. Itukah yang ada di otak semua orang? Apakah itu tujuan kita diciptakan? Untuk kawin. Untuk menyusu. Kumenyusu penismu, kau menyusu payudaraku. Itu saja kan yang nantinya ada dalam pernikahan. Saling menyusu. Saling menikmati tubuh masing-masing.
Kenapa harus ada pernikahan? Jujurlah wahai kau pria! Kau pun tak mau kan terjerat di dunia seperti itu. pasti jika ada pilihan, kau pasti memilih tak ada yang namanya pernikahan! Jujurlah, pria! Kau pasti terbebani untuk menghidupi hidup kami, menghidupi wanitamu yang kau berhasrat ingin menyusu padanya. Menenggelamkan kemaluanmu pada rahimnya. Menghangatkan batu ajianmu pada gua garbanya yang basah menggiurkan. Berkatalah. Jika ada pilihan, pasti kau memilih untuk kawin saja. berkatalah sejujurnya, wahai kau pria. Aku tak akan menyalahkanmu untuk itu. aku pun menginginkannya. Hanya kawin! Kawin saja! kawin dengan orang yang kusuka tanpa terbebani dan membebani.
Aku sering bertanya. Kenapa untuk kain saja harus  dengan pelegalan jika yang bersangkutan di sini hanya aku, sang wanita dan kau, sang pria. Apa hubungannya dengan pemerintah? Apa hubungannya dengan  agama? seperti mereka akan mengangkat keterpurukanku saja. tak ada hubungannya. Toh jika aku mendapatkan kehinaan oleh adanya pernikahan yang terpaksa, mereka justru semakin menuduhku yang tak becus. Bullshit apa itu pernikahan. Tak ada hubungannya dengan mereka, apa lagi dengan masyarakat kolot yang hanya bercocot. Otak tak pernah diasah, hanya mengikuti tanpa mengerti, ah, seperti kumengerti saja apa yang benar. Tentu aku punya kebenaran sesuai takaranku. Dan kebenaran itu adalah, aku takut adanya pernikahan yang akan membelenggu dan memasungku ke dalam keterpurukan tanpa kebebasan.

No comments:

Post a Comment

Write me your comment