Wednesday, 30 January 2013

clay making

well.. mungkin ada yang pernah lihat gambar ini di tautan facebook atau twitterku. atau mungkin saja belum sempat melihatnya juga. haha. tak apa, bagi kalian yang udah pernah atau belum sama sekali melihat gambar ini, ada sedikit cerita buat kalian. this is clay i made when i was in Bali. bentuknya emang aneh sih. tapi kayaknya ini yang paling mendekati bentuk muka aku deh. hahaha... bulet, imut, merah merona #loh
pengen lagi bikin kayak gini, tapi masih belum sempet beli bahannya sih. nah bagi kalian yang pengen bikin juga, ini ada formula rahasianya. hihihi..(sebenernya ini rahasia, tapi buat kalian apa sih yang enggak :D)
tepung beras: 20 gr
tapioka: 20 gr
terigu: 20 gr
lem fox: 50 gr
benzoat: dikit aja biar adonannya nggak jamuran.
campur semuanya sampai kalis. mirip2 adonan donat gitu lah.
nah, dengan pakai formula itu sesuain aja sesuai kebutuhan. tinggal ubah jumlah perbandingannya aja. oh ya, untuk warnanya, kalian bisa pakai cat air atau cat minyak (prefer)
siapkan imajinasi kalian untuk mendapatkan bentuk idaman.
selamat mencoba.

one of my happy days

hai guys...ini saatnya buat aku nggak nulis yang berbau esmosi. ini saatnya buat fun... beberapa hari yang lalu, tepatnya hari minggu, aku menyempatkan diri untuk berkelana ke kota seberang. kota dimana aku menyelesaikan masa SMA ku yang penuh dengan kenangan. banyak kenangan. manis, pahit, suka, duka. yang jelas banyak manisnya lah... dan akan aku tunjukkan beberapa saudara, sahabat, dan sekaligus teman seperjuangan..



nah... itu dia beberapa temanku yang menyediakan waktu luang mereka. sekedar untuk nongkrong di warung kopi aja sih, tapi yang bikin seru tuh kangen-kangenannya. secara udah lama banget nggak ketemu.
begitu berharap bisa berkumpul lagi, pastinya dengan yang lainnya juga. kalau bisa satu angkatan semua kumpul jadi satu. atau bisa jadi kita bakalan adain nostalgila. mungkin ikut kelas matematika bareng bu guru kami yang suka bilang "paham atau hampa?" atau sama guru sejarah yang selalu banyak kontroversi? haha, secara aku sama teman-teman suka bikin masalah, bolos kelas lah, nggak ngerjain tugas lah. overall seru banget kalau ingat masa-masa SMA. nulis ini bikin kangen sama mereka... sama SMA kami tercinta.. ups, cinta nggak, sih? hahahhahaha
okey, thats all cerita kali ini.

biarkan waktu bicara part 3


Matanya nanar walau aku tak melihatnya langsung. Isaknya semakin keras. Jalan yang kami hantam dengan sepeda motor menjadi saksi bisu kesakitan yang ia pendam. Aku hanya terdiam di jok belakang. Kucoba sedikit menghiburnya dengan belaian.
“aku nggak ngerti mesti gimana. Apa aku harus tanya sama dia hubungan ini udah berakhir atau tidak? Apa lelah digantung kayak gini terus.” Ucapnya sambil terisak.
Malam itu begitu kejam dan kelam. Ribuan memori masuk dalam ubun-ubunnya. Lalu sedikit yang bisa aku katakan padanya. “yaudah, bilang aja kamu maunya gimana. Tanya sama dia maunya kayak apa.”
Benar. Sahabat baikku itu masih saja memendam perasaan pada lelaki yang ia cinta. Seperti yang kukatakan, banyaknya kenangan bersama menambah beban dalam rasa. Lalu, ada jarak juga yang menyita perhatian mereka. begitu lumpuh ikatan cinta yang seperti itu.
Usai tangisnya yang merebak tiba-tiba ia mengatakan hal lain. Ya, begitulah kami berdua. Seakan tak pernah terjadi apa-apa sebelumnya, pembahasan lain yang mencuat di lidah pun bisa menjadi lebih menarik untuk dicermati lagi. Mengalir lagi. Bercerita lagi.
“mas itu udah mutusin”
“ha? Mutusin apa?” jawabku.
Sms itu dikirimnya sebelum aku berniat untuk mengunjungi sahabatku itu di kota kediamannya. Belum ada jawaban apa-apa. saat aku bertatap muka langsung dengannya, ia memperlihatkan obrolannya dengan lelaki calon suaminya itu.
Sebelumnya aku sempat ceritakan bagaimana mereka berdua saling ingin mengetahui lewat jejaring maya. Iya. Hal itu menjadi awal pendekatan mereka. temanku berkata padaku bahwa ia akan mencoba membuka hatinya untuk lelaki pilihan bapaknya ini. sekedar ingin mengenalnya lebih baik lagi. Bukan apa-apa. ia hanya ingin mempertahankan tali silaturrahmi. Syukur kalau ternyata berjodoh, kalau tidak? Yah banyak positifnya. Ia pun sepertinya menginginkan sosok kakak lelaki di dalam hidupnya.
Saling menyapa di dunia maya berlangsung berhari-hari. Mereka saling mengenalkan diri. Kedekatan mereka terbentuk. Tidak drastis, tapi perlahan dan pasti. Meski kadang sahabat baikku itu lalu menggerutu akibat pesannya tak terbalas langsung. Ah, hal yang biasa bagi seorang wanita. Kami memang selalu merasa ada hal yang salah ketika pesan atau kata-kata kami tak direspon dengan baik.
Begitulah sampai akhirnya mereka berdua mencuatkan permasalahan tentang bagaimana kelanjutan cerita mereka.
“dia bilangnya nanti kalau aku sekeluarga berkunjung ke rumahnya” sahabatku berkata antusias meskipun dengan nada datar.
“apa? berkunjung satu keluarga ke rumahnya? Sumpah. Kalau begini kejadiannya, ini pasti serius. Gila. Ini udah bener-bener serius!” responku dengan berkobar saking syoknya.
“lah itu dia. Aku juga bingung. Dia bilangnya gitu.” Lanjutnya bercerita.
“lalu? Kenapa kamu nggak tanya langsung aja sih sama orangnya? Kenapa harus ketemu langsung. Apalagi ini pakai acara ketemu keluarga gitu. Bener. ini pasti dia positif.” Tebakku
“terus gimana?”
“coba deh kamu tanya sama dia, emangnya kenapa kok dia nggak mau bilang langsung?” saranku.
“kan kamu tahu, dia orangnya agak-agak kolot gimana gitu. Dia aja nggak berpikir buat ketemu langsung berdua sama aku atau gimana gitu. Ini nih, dia emang nggak pernah pacaran soalnya.”
Ingin rasanya aku tertawa, tapi mau gimana. Aku juga dibuat bingung oleh lelaki alim itu. kenapa temanku itu bisa mempunyai jalan hidup yang seperti ini. ah, begitu beruntungnya dia menemukan sosok lelaki yang sudah jarang bisa ditemui lagi di dunia hitam ini.
“yaudah deh. Mungkin nanti aku tanya sama dia, kenapa dia tidak mau ngasih tau langsung. Kenapa dia harus ngomong pas aku sekeluarga berkunjung ke rumahnya. Aduh.. bingung.” Lanjutnya.
“bener tuh. Ada dua kemungkinan. Dia tidak cocok dengan kamu dan sungkan ngomong sama kamu langsung. Makanya dia pengen ngomong baik-baik waktu sekeluargamu berkunjung. Atau kemungkinan keduanya, dia ingin ada ikatan langsung saat keluarga kalian berdua bertatap muka lagi. Hayo.. yang mana coba?” aku memberikan pendapatku.
Ketakutan terbayang di mukanya. Bukan ketakutan terhadap makhluk gaib. Itu seperti ketakutan terhadap diri sendiri. mungkin masih banyak hal yang ia gantung dari ceritanya padaku.
Mari kita tunggu kelanjutan kisah ini di lain waktu.



Tuesday, 29 January 2013

kesakitanku


Malam makin terlihat larut dengan detak jarum jam yang semakin jelas terdengar. Aku selalu membenci bunyi klik klok itu. aku seperti terkejar sesuatu. Tidak tahu apa. aku hanya berpikir terburu ketika mendengar jarum jam dengan beringasnya berjalan memutar.
Malam ini begitu dingin dan gelap. Namun, cuaca di luar sama sekali tak mengkontaminasi kesakitan yang kualami. Ya. Aku tengah merasakan sekujur tubuhku terbelenggu karat. Panas menjalar, meski tak begitu panasnya seperti matahari membakar. Aku hanya butuh sedikit pijatan dan pelukan. Begitu analisis singkatnya.
Entah apa yang aku rasakan sebenarnya. Mataku lelah. Otakku lelah. Telingaku lelah. Mulutku lelah. Akhirnya hanya terbujur kaku seperti mati seharian ini. tak peduli ada apa di luar sana. tak peduli dengan hatiku yang hampa. Aku sedang tak ingin peduli dengan semua. Benar-benar merasa lelah.
Terbalut selimut tipis dan kaus kaki usang berwarna merah muda aku kembali ingin mengolah-ragakan jemariku. Meskipun otakku benar-benar lelah untuk berpikir, otakku masih saja dipenuhi dan terjejali kata-kata yang ingin kumuntahkan. Aku selalu merindukan keyboard hitam ini. aku selalu ingin merabanya. Ingin kusetubuhi semua titik-titik hurufnya yang berjajar. Ingin kubuat dia menikmati sampai ia melenguh kesenangan. Oh.. andai saja bisa kulakukan hal ini dengan lelaki itu.
Apa? lelaki? Lelaki yang mana lagi yang ingin kusetubuhi? Lelaki mana lagi yang ingin kuhisapi? Tak ada. Mereka bebal. Tak ada yang bisa kuminum dari penis kaku mereka yang hanya bisa meregang. Otak dangkal. Yang hanya dipikirannya hanya kotoran.
Baiklah. Aku sudahi membicarakan lelaki bebal. Membuatku ingin menampar mataku nanar. Tapi sungguh. Mungkin yang kuinginkan selama ini hanyalah lelaki berotak udang. Aku lebih merasa aman dengan mereka yang hanya memikir sebentar lalu tak sadar. Mungkin dengan begitu bisa aku tarikan tarian ularku untuk menghimpit kebebasan mulut mereka berkoar. Mungkin aku bisa memancing mereka dengan lidah ularku yang menjilati tubuh itu. mungkin bisa kuhisap cairan kental dari barangnya yang tegak meminta genggaman. Dengan begitu aku bisa melucuti keperkasaan mereka. dengan begitu aku bisa menjatuhkan mereka.
Ah… aku terlalu lelah menjadi wanita. Wanita yang selalu berkubang dalam tuntutan. Wanita yang tak punya kebebasan. Wanita yang dipikirnya tak punya akal. Jangan-jangan aku jatuh sakit hanya karena memikirkan hal ini? lalu bagaimana aku bisa tersembuhkan? Apa harus kuperkosa lelaki itu satu-persatu? Yah. Mungkin akan kusiksa mereka dengan mengebirinya.

Monday, 28 January 2013

sesak


Kutarik perlahan deru nafasku
Seperti ribuan ton menghalangi ia berlari
Helaku pelan dan singkat
Aku tak merasa kecewa tak pula mendendam
Hatiku tak pedih tak juga perih
Tolong, bukakan sedikit resleting ini
Aku benar-benar merasa sesak
Tolong, bongkar saja gembok ini
Aku sungguh-sungguh kesakitan
Pelan dan perlahan…
Hembusanku kucoba tahan
Yang kudengar detak jantungku yang memelan, mengempis dan mengemis
Aku ingin membuka semua yang kukenakan
 Aku ingin membuang yang terlihat menghalangi pandangan
Aku sesak aku kesakitan dengan semua yang menghalangi tubuhku
Mulutku tak bisa membantuku sedikit bernafas dengan lega
Kucoba lagi sebentar, menariknya kasar
Aku bergetar. Tubuhku gemetar…

Sunday, 27 January 2013

siapa aku???

My lovely inaz.
Maaf menunggu lama karena moodku sedang gila. Ia tak ingin kujerat. Maka ia berlarian kemana pun ia suka. Mungkin karena otakku yang masih terundung pilu yang kuciptakan.
Mungkin sempat kau menuliskan bahwa kau mencari siapa dirimu. Begitu pula aku. Aku sama sepertimu. Tak tahu siapa aku. Dan parahnya, saat ini aku benar-benar mengalaminya. Benar-benar memuakkan menjadi seperti ini. menjadi seperti yang tak kita maui. Tapi kau tentu tahu. Ini lantaran aku hanya ingin menjadi palsu sejenak saja. lantas, kuingkari saja semuanya. Dan pada akhirnya aku memilih menciptakan dunia baru yang di sana aku mencoba lari dari akal sehatku. Aku memilih membangun ranting-ranting yang mencemari nalarku. Ketakutan. Yah. Menciptakan ketakutan dan mencoba menantang diri sendiri. bodohnya…
Membaca pikiranmu dalam barisan kata itu sedikit menamparku. Bagaimana tidak. Kau jelas tahu siapa dan bagaimana aku. Kau tak perlu kuberitahu. Banyak hal yang akan kau ketahui tentang aku dalam dirimu sendiri. begitu pula aku. Aku sebaik itu mengenalmu. Kau dan aku. Entahlah. misteri tuhan ini masih belum bisa kupecahkan. Kau juga pasti tak bisa menjawab, bagaimana ceritanya kita sampai berkenalan, bagaimana kita bisa sampai saling bertelanjang? Biarkan itu tetap jadi misteri. Yang pasti, tuhan begitu baik padaku untuk mengenalkan duniamu padaku.
Sahabatku sayang, mungkin benar adanya kita tak lepas dari yang namanya jatuh. Kita sering jatuh dan merasakan sakitnya batu yang terhantam tubuh kita di bawah sana. jurang itu gelap, iya kan? bebatuan tajam tak pernah kita tahu berserakan di sana. mungkin sempat kita alami terbang ke awan, SEMENTARA! Tapi akhirnya, kita tak bisa menghindar dari lepasnya sayap tuhan yang katanya maha adil itu. pantas saja lalu kita terjatuh. Adilkah Tuhan, sayang? Adilkah ia mempermainkan kita seperti itu? kau pasti sama sepertiku. Mengutukinya secara tak sengaja. Mencacinya di dalam hampa. TUHAN BEGITU KEJAM!
Itu cerita kita. Kita berdua tahu bagaimana jalannya cerita kita yang dipermainkan tuhan. Kita hanya melihat diri kita, sadarkah kau? Jutaan orang di sana merasakan kegetiran yang sama. Tuhan memang maha pintar dalam hal permainan. Lakon-lakonnya yang Ia cipta mengalami jatuh bangun dan perasaan lebur, yah, paling tidak seperti itu. lihat saja sekitarmu. Apa mereka terlihat bahagia? Bisa jadi. Tapi kita tidak pernah tahu yang sebenarnya ada di benak mereka. intinya adalah sama. Semua orang mungkin mengalami pahit yang sama seperti yang kita rasakan, ceritanya saja yang berlainan, tanggapan dan responnya pun akan berbeda. Mungkin ada yang seperti kita, tapi banyak juga yang tetap teguh bahwa ia tak apa-apa. haahaha, sama seperti kita juga. Kita selalu merasa tak mengapa pada akhinya. Semoga.
Kenapa aku bilang tuhan mempermainkan kita? Itukah yang jadi pertanyaanmu? Pasti kau juga tahu jawabannya. Yah, pendapatku saja sih. Tapi aku benar-benar masih berpikir bahwa tuhan memang mempunyai rencana untuk mengatur kita dalam permainannya. Mungkin karena takut bahwa kita akan berpaling dan menganggapnya biasa saja lantas tak takut lagi padaNya. Mungkin juga ia hanya bosan di sana. atau mungkin dia kecewa pada makhluk bernama Adam yang melanggar aturanNya. Sebagai balasannya, ia menghukum kita di dalam permainan ini. begitukah yang kau rasa. Jangan. Ini mungkin sesat. Biarkan saja nanti aku sendiri yang bertaubat, itu pun jika aku sadar bahwa aku salah. Tapi, salahkah aku? Aku belum tahu.
Inaz, kau berbicara tentang ego. Aku pun selalu memikirkan “ego” itu. ego yang membelenggu kebebasan kita yang terbatas. Ego sialan yang mencabik kebahagiaan kita. Ego bajingan yang membuat kita gusar akan segala hal yang belum tentu jadinya. Ego ego ego. Siapa dan apa dia sebenarnya? Apa dia itu setan di dalam hati kita? Apa dia iblis dalam otak kita? Kenapa kita begitu lemah pada ego itu? ego yang membuat semuanya menjadi lebih parah.
Nah, siapa sebenarnya yang salah di sini? Permainan tuhan atau ego kita sendiri?
Begitu aku bodoh dalam hal ini. selalu menyalahkan yang lain. Selalu mengkambing hitamkan yang selain aku. Itulah kita. Merasa paling tahu dan paling benar. Merasa paling tersiksa dan menderita. Iya kan? bodoh tidak kalau kita berpikir seperti itu? membuang waktu!
Kau tahu, Naz? Aku punya ide bagus untuk ini. biarkan pikiran kita berkelana semaunya. Biarkan hati kita mengembara sejauh-jauhnya, seluas-luasnya. Hidup ini kan hanya sementara saja, katanya. Lalu untuk apa buang-buang waktu menyesali yang telah terjadi? bukannya kita harus menganggapnya sebagai bahan pelajaran untuk hidup kita sekarang dan nantinya? FOKUS! FOKUS mencari apa yang kita inginkan untuk dicapai. Tetapkan titik inti untuk menemukan jiwa kita yang sebenarnya. Lama pastinya. Tapi tak mengapa. Harus kita nikmati jalannya. Anggap saja derita itu sebagai ujian untuk melanjutkan ke kelas yang lebih tinggi. belajar dan terus belajar. Maka nanti kita akan naik ke kelas yang lebih tinggi lagi. Ups, hati-hati dan ingat selalu, setiap level pasti ujiannya akan lebih sulit lagi. Kamu ingat masakan pedas yang berlevel? Begitulah. Semakin tinggi levelnya, semakin pedas rasanya.
Aku menunggu juga untuk bertemumu lagi. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kita bersama. Dalam hal ini, kita pasti diijinkan tuhan untuk saling mencontek. Iya kan?

biarkan waktu bicara part 2


Perjodohan.
Begitulah yang kau sangka pada akhir ceritaku sebelumnya.
Lantas apa yang kau pikirkan harus jadi nyata? Oh jangan… ini bukan fiksi. Ini nyata. Biarkan aku saja yang menyelesaikan adegannya. Memang kau berhak menebak-nebak. Itu benar-benar hakmu. Tapi aku juga berhak mengemukakan apa yang terjadi selanjutnya.
Simaklah dengan santai saja. aku tak memaksakanmu juga untuk menelaahnya. Santai, seperti di pantai (kata orang yang entah siapa aku lupa batang hidungnya).
Begitulah. Keluarga yang sempat terasingkan oleh kisah hidup masing-masing akhirnya saling menjabat tangan. Di suatu ruang rumah yang mencerah dua keluarga itu berpisah dengan wajah semu memerah. Sungguh bahagia yang indah.
Itu adegan yang tampak di mata kita jika kita berada di sana. tapi apa kau tahu apa yang sesungguhnya terjadi pada dua insan yang berperan sebagai tokoh lelaki dan gadis yang dijodohkan? Tak ada yang tahu benar isi hati mereka. tidak juga para manusia yang kebetulan singgah di perjamuan itu. tidak pula para bapak ibu mereka. yang tahu adalah mereka sendiri pastinya. Si gadis teman baikku yang bergelut sendiri dengan hatinya dan si lekaki tak banyak cakap dengan isi otaknya.
Esok hari semua terlihat seperti biasanya. Namun tidak dengan perasaan gadis yang mungkin sudah menginjak dewasa itu. pikirannya berlarian. Hatinya berkejaran. Banyak hal terlintas di pikiran.
Sama. Hal itu pasti terjadi juga pada lelaki yang terlihat pendiam di mata gadis itu.
“coba nanti kamu lihat saja akun social medianya.”
Diberikannya akun anak gadisnya itu pada sang kandidat calon menantunya.
Benar. Bapak teman baikku itu sempat memberikan nama akunnya pada lelaki yang terlihat alim dan pendiam tersebut. Jelas sekali akan ada rasa penasaran di benaknya. Sudah pasti. Kalau aku jadi dia pasti aku ingin sekedar menengok akun itu. tapi benarkah ia mencoba membuka akun itu dan sekedar mencari tahu seperti apa calon pendampingnya itu? mungkin.
Rasa penasaran juga tersirat di muka sang gadis. Bukan hanya penasaran sebenarnya. Usai melihat secara langsung dengan mata kepalanya, ia tak kekurangan rasa untuk mengetahui lebih lanjut. Ya. Bukan sekedar penasaran saja yang memenuhi hatinya yang masih biru, dengan penampakan yang telah dilihatnya ia merasa takut. Ia takut merasa tidak sempurna di mata lelaki itu. ia merasa tidak sebaik lelaki itu. lelaki yang dinilainya sudah pantas menjadi imam yang sesuai criteria agama. lantas ia rendah diri pada dirinya. Itulah yang terjadi. pertengkaran hati.
Gejolak hati itu tak menghentikan cerita ini. derasnya hujan malam ini juga tak menghentikan tanganku menari di kibaran tuts qwerty. Deras.. deras rasa penasaran mereka berdua mengalir hingga banjir, seperti di jakarta :b. Meluap hebat hingga yang terjadi adalah peralihan drama dari pembukaan menuju konflik. Bukan sekedar konflik karena mereka tak lantas saling mencakar dan menjambak, seperti adegan wanita yang dibakar cemburu kepada wanita lain yang merebut kekasihnya. Bukan tentu saja. ini bukan drama, ini nyata. Lagi, ini bukan pertengkaran. Ini hanya rasa penasaran yang menerjang.
Di suatu tempat rahasia masing-masing- kusebut rahasia karena pasti mereka tak saling tahu di mana lawan mainnya itu berada-mereka berkutat dengan layar bercahaya yang mampu memberikan kepuasan dari rasa penasaran mereka. diketiknya perlahan akun yang berada di tangan. *****. Klik. Loading. Tampak berbaris kata yang berhubungan dengan ketikan yang terjurus. Berderet gambar dan informasi yang siap diperkosa dengan gelitikan kursor yang haus. Di sela-sela ia akan menyaksikan lebih lanjut apa yang tersaji, lelaki itu sempat sontak. Melihat gadis yang berjilbab berpose tanpa jilbab. Tapi ia berusaha baik saja. masih wajar saja baginya. Mungkin.
Lalu ia simak mana yang harus ia selidiki lebih lanjut. Sebelumnya ia pikir akan langsung terarah pada akun jejaring sosial berwarna biru tua. Tidak. Akun itu menuju blog yang memampangkan galeri foto sang gadis. Menikmati dan terhibur dengan apa yang tersaji di sana, beberapa tulisan yang membuatnya tertawa. Dan si korban yang akun blognya di telanjangi itu masih belum sadar dengan apa yang terjadi. ia masih sibuk juga dengan mencari informasi tentang sang lelaki. Ia sibuk dengan dunianya tanpa tahu dunia kecilnya itu telah dijelajahi.
Di sisi lain, gadis itu pun melakukan hal serupa. Mencoba menemukan kata kunci yang sempat pula ia ketahui dari… entah. Siapa aku lupa. Mungkin bapaknya. ***** nama itu terketik di kotak yang di sediakan. Akun di jejaring sosial itu dengan cepat memilah nama-nama yang berkesinambungan. Aha! Ini dia, pikirnya. Ia sejurus saja telah menemukan wajah yang sempat diketahui sebelumnya itu di bingkai kecil halaman browser. Satu persatu kata-kata diamatinya perlahan. Geser sana, geser sini. Klik sana, klik sini. Hmmm… pikirannya terbang. Ia semakin rendah diri. Benar-benar mendekati sempurna iman sang calon imam ini. ia merasa dirinya belum pantas dengan dirinya sendiri. mungkin ia merasa bahwa dosa masa lalu masih menghatuinya. Mungkin.
Perjalanan cerita ini berjanjut di sini...
Seperti apa? apakah mereka lantas saling mencinta pada akhirnya?
Entah. Tunggu saja cerita ini berjalan lagi..sudah malam. Biarkan mata ini terpejam.


Thursday, 24 January 2013

biarkan waktu bicara


Ini aku. Ini ceritaku. Aku. Aku dan semua orang yang ada disekitarku, yang sempat kupedulikan dan yang nantinya kuabaikan. Selalu seperti itu. normal. Aku manusia. Ini cerita seputar tentang manusia dan kehidupannya. Ini bukan cerita tentang supranatural atau makhluk asing seperti alien atau vampir dan sebagainya. Ini aku. Aku dan ceritaku.
Sempat aku bertanya bahwa aku ini siapa. Tapi seiring berjalannya waktu, aku tahu aku ini siapa. Aku adalah aku dengan segala kelebihan dan kurangku. Itu yang aku tahu.
Sempat aku berkata bahwa aku tak berguna. Tapi ternyata aku harus menyadarkan diri sendiri bahwa aku salah. Aku dengan lebih dan kurangku. Aku dirancang oleh tuhanku dengan kegunaan tersendiri. Dan aku tahu, aku adalah satu diantara semua orang yang diciptakan tuhan dengan sesuatu yang mempunyai arti.
Ah, aku mulai sok bijak. Padahal aku sama sekali bukan orang bijak. Aku adalah aku. Banyak kurangku, satu diantara banyak itu adalah aku seorang yang tidak bijak. Aku kebal dengan masalah yang memberondongku. Tahukah apa yang kulakukan untuk mengatasi semua masalahku? LARI! Ya. Aku lari dari masalah yang sering kali kupicu. Benar-benar tidak bijak. Itulah aku. Aku mengakuinya. Terserah katamu apa. peduliku apa? (satu lagi kurangku. Tak peduli ucap busukmu)
Baiklah. Aku akan mulai saja ceritaku. Cudah cukup kucaci sendiri diriku.
Ini berawal dari perjalanan panjang yang pernah kutempuh di masa lalu. Sebenarnya ini bukan ceritaku. Bukan aku yang mengalami cerita ini. tapi sudahlah, paling tidak aku punya sesuatu untuk kuceritakan padamu. Semoga nantinya kau terpuaskan menggerogoti tulisan panjang yang mengganggu indramu yang berbentuk bulat dengan warna hitam putihnya yang nyalang.
Ini dia ceritanya.
Aku miliki seorang teman. Ia adalah saudara. Ia adalah sahabat. Seorang perempuan yang menurutku sangat berkesan di dalam hidupku yang singkat. Sesekali waktu saat kami bertemu Ia mendentangkan ilustrasi hidupnya padaku. Aku suka mendengarkannya. Lantunan yang lancar dari mulutnya yang mungil tanpa terbata.
Di suatu malam yang gelisah. di sebuah rumah huni yang belum layak pakai. Di kamar sempit berukuran 3x2 meter yang pengap, ia mulai merangkai kata pada bibirnya. Ia berkata bahwa saat ini ia telah dihadiahi tuhan rasa kasih, kasih yang ia berikan oleh seseorang yang berarti dalam hatinya yang pernah tersakiti.
Sulit. Ia dalam keadaan yang membelit. Ia mencintai kasih yang ia dapat andalkan untuk sedikit melupakan kenangannya. Tapi di sana justru keadaan malah menolaknya. Ia tak bisa dengan bebas mengekspresikan cintanya. Gerak-geriknya terpantau oleh kamera yang terpasang di otak orang tuanya. Ya. Banyak maki yang di berikan oleh ibu bapaknya setelah mereka tahu bahwa anak sulungnya itu memiliki cinta pada seseorang. Sayang, rasa cinta yang dimilikinya tergerus dan terhunus hanya lantaran orang tuanya yang tak menyukai lelaki pilihannya itu.
Waktu berjalan seperti biasanya. Namun hati sang gadis, yang adalah salah satu sahabat terbaikku itu mulai resah. Ia jadi serba salah. Namun tak apalah. Ia tetap masih menjalin kasihnya walau tanpa restu orang tuanya yang tak searah. Biarlah, pikirnya terbata.
Di tengah jalan hubungan mereka mulai rentan. Terpisah jarak yang membentang. Tahulah, jarak selalu membunuh ikatan secara perlahan. Kisah cinta mereka berlangsung tidak lebih dari sekedar mantan, sekarang. banyak masalah menjadi hambatan. ya. Mereka putus di tengah jalan.
Usainya drama percintaan mereka tak hanya padam begitu saja. tahulah juga bahwa perempuan masih suka memendam rasa cinta meski tiada lagi statusnya. Begitu juga teman baikku itu. ia berakhir dengan kegalauan. Tiap malam mungkin ia merindukan sebuah pelukan.
Cerita itu belum akan berakhir demikian. Waktu masih tetap berjalan. Akhirnya ia temukan harapan untuk mengembalikan senyumnya yang kian menghambar. Mungkin ini kisah yang harus ia antar pada sedihnya hati yang terlantar.
Suatu ketika bapaknya memberi kabar. Bukan padanya, pada saudaranya yang sudah lama tak ada kabar. Mereka saling menyambung tali persaudaraan yang kian pudar. Percakapan berlangsung lancar sampai terdengar hal yang sedikit menggelitik perut temanku yang mendengar dari sudut kamar.
"bagaimana kalau seandainya kita besanan?"
Apa ini? pikirnya. Ia tak banyak bicara pada hatinya. Ia hanya terdiam meraba apa yang akan terjadi selanjutnya. Lalu beberapa saat ibunya sontak memberi tahu anak sulungnya itu tentang kabar yang ia dengar dari sang suami tercinta, kabar bahwa akan ada yang melamar. Ups, bukan melamar, hanya perkenalan datar.
Hari tersebut tiba. Hari di mana sang calon besan beserta keluarganya datang. Masih biasa. Sang anak sulung teman baikku itu mencoba bersikap tenang. Tak ada yang perlu dikhawatirkan, hanya sebuah sambungan silaturahmi yang sempat terputuskan. Begitu kata ibunya yang sebenarnya penyayang.
Yahナ semua berjalan lancar. Sang lelaki tampak bugar meski sedikit sekali melontar. Obrolan renyah dua keluarga itu mengumbar. Hari itu akhirnya berakhir dengan kelegaan terkobar.
Lalu apa yang terjadi berikutnya? Apa mereka berdua lantas langsung mengucap janji sakral? Biarkan aku tertawa sejenak. Memangnya ini jaman gadis Nurbaya yang tersamarkan sejarah? Tiap kejadian yang dialami manusia itu berbeda-beda, meski kebanyakan selalu dengan ritme yang paralel saja.
Mari kita lanjutkan esok pagi saja. selamat malam

Sunday, 13 January 2013

last night in Bali


Malam terakhir di bali
Tik tok tik tokナhmm.. memang tidak ada jam dinding di sini, kamar kosku. Adanya hanya suara detik jantungku yang semakin berat. Dua bulan. Yah, dua bulan sudah aku di sini, di pulau Dewata. Pulau impian banyak manusia di dunia.
Mungkin begitu singkat perjalananku mencari jati diri di sini. Dan kuketahui bahwa "I don't belong here". Aku memang menyukai budayanya yang kental. Aku memang menyukai tiap sisinya yang eksotis. Penuh kain kotak-kotak hitam putih. Penuh bangunan persembahyangan yang menawan. Penuh misteri. Penuh keeksotisan yang menghipnotis.
Memang hanya beberapa sudut yang baru kujejaki. Hanya sekelumit saja. di belahan Bali lainnya banyak sudut yang masih memohon-mohon untuk kutapaki. Tapi maaf beribu maaf. Mungkin perjalananku berakhir malam ini. bukan berarti aku tak berat meninggalkan pulau yang selalu kupujai ini. berat. Sangat berat. Aku masih ingin menikmati keeksotisan tiap liku-liku yang terjerang matahari.
Jujur, satu yang kutak sukai di sini. Begitu terik. Begitu panas. Begitu berkeringatナ ahナ mungkin itulah yang membuat eksotis. Mungkin saja. tapi overall.. aku menyukai pulau ini.
Aku sempat bingung dan menghadapi keadaan yang dilematis. Kenapa aku berat meninggalkan pulau ini? kenapa aku takut untuk kembali ke tanah air yang jadi saksi saat aku lahir ke dunia ini? kenapa aku resah memutuskan untuk pergi dan melanjutkan hidup di tanah lain di mana aku hidup bertahun-tahun di sana, di kota kelahiranku? Kenapa aku mau melepaskan kesempatan untuk mendapatkan sesapan air yang kuhasilkan sendiri? kenapa aku rela meninggalkan  semua keeksotisan Bali?
Entahlah. aku selalu menakutkan sesuatu yang belum terjadi. sesuatu yang tak kusukai dari diriku sendiri. memang aku selalu menceramahi orang untuk bersabar, berlapang hati, berpikir positif, tapi apa? aku sendiri saja tak bisa melakukannya. Bukankah aku lebih hina dari seorang penipu? Bukankah aku lebih menjijikkan dari seorang murtad? Aku munafik! Aku memunafiki diri sendiri. bukankah itu yang kau nilai dari diriku? Omong doang! Omong tok! Itulah aku.
Bukan. Aku bukan orang yang seperti itu. meski aku begitu, aku selalu berusaha untuk tak begitu. Aku selalu ingin merubah diriku menjadi lebih baik. Aku ingin orang-orang di sekitarku merasa nyaman denganku. Kenyataannya? Nol besar. Aku selalu mengecewakan! Selalu saja membuta mereka menjadi kecewa. Padahal aku tak pernah suka melakukan hal yang bisa membuat orang kecewa. Aku terus berusaha menjaga sikapku untuk tak mengecewakan orang lain. Lalu yang sebenarnya terjadi adalah.. aku tetap tak bisa. selalu saja akhirnya hanya membuat mereka melihatku dengan sebelah mata. Mereka seakan-akan jijik berada di dekatku.
Aku ingin sedikit bertanya. Apakah salah jika mengatakan hal yang tak kusukai terhadap sesuatu yang kujalani? Apakah salah jika aku mencoba memberi masukan dengan mengkritiki apa yang menurutku salah? Ah iya. Benar! Tak semua orang bisa sependapat denganku. Tak semua orang berpikiran sama denganku. Aku mencoba mengingatkan diriku sendiri. aku harus bisa tetap menjaga sikapku. What! Menjaga sikap? Apa berlaku munafik? Apa aku harus bersikap baik terhadap orang yang menurutku sikapnya mengganggu kenyamananku? Apa aku harus diam seperti tak ada masalah saat masalah terjadi di dalam otakku? Apa aku harus membisu melihat ketidak adilan sedang terjadi di sekitarku? Apa aku harus bersikap baik di depan orang lain padahal dibelakangnya aku tak begitu menyukai sikapnya? Apa yang menurutmu harus kulakukan? Diam dan munafik? Atau bilang dan mengkritik?
Entahlahナ.
Otakku memanas, sepanas cuaca malam ini, malam terakhir di Bali. Pulau yang dulu selalu kupujai. Sekarang pun masih. Masih ingin di sini. Tapi sayang, perjalananku selesai untuk kali ini. aku telah memutuskan untuk meninggalkan pulau indah ini. meninggalkan pulau yang belum semua tanahnya kujejaki. Tak apa. aku akan datang lagi. Aku akan datang dengan keadaan yang lebih baik dari hari ini.
Mungkin ini sepenggal cerita yang mungkin berakhir tanda tanya. Tapi aku janji, aku akan menuliskannya suatu saat nanti. Tagihlah janjiku. Ingatkan janjiku agar aku tepati.
Terima kasih sudah menyediakan waktu untuk sekedar menengoki tulisan semrawut ini. terima kasih telah ada bersamaku di sini. Terima kasih menjelma menjadi seseorang yang ada di sampingku di malam terakhir ini. hanya dengan membaca tulisanku ini, terima kasih sekali lagi.
Masih banyak hal yang ingin kulakukan di sini. Aku hanya bisa berkata..Sampai jumpa lagi, BALIナ. Tunggu aku di siniナ

Tuesday, 1 January 2013

Last day of 2012


Finally… it is our last day without catching up.. God.. I missed you both desperately…
Well…
Malam tahun baru. Fiuph.. aku nggak terlalu memaknai hari ini. bagiku sama saja, kecuali jalanan padat merayap di sepanjang Bali. Sempat tadi aku menikmati udara luar musim malam tahun baru di Denpasar. Awalnya menyenangkan. Tapi saat tiba di tempat, hujan mengguyur tubuhku yang harum mewangi sehabis mandi. Kacau.. tak kunikmati malam ini. Sampai suatu menit berlangsung di mana teman kantor yang kuajak malam tahun baruan ternyata hendak ditemui oleh sang kekasih. Firasat buruk… ketemu pertama semuanya baik, tapi sempat pacarnya temanku itu mengajak ke sebuah tempat makan di sanur. Sebut saja foodcourt itu berinisial KFC. Hehehe… setibanya di sana aku beserta teman kantorku yang bernama Srimini menunggu sejenak kehadiran pacarnya yang menuju ke tempat tujuan dengan kendaraan yang berbeda. Lalu semuanya baik-baik saja, bahkan sangat baik ketika pacarnya ternyata ingin mentraktir kami. Oke, kami tidak hanya bertiga, tapi berempat. Pacar srimini ternyata mengajak serta temannya. Ok, fine. Semuanya masih baik saja saat kami berempat mengobrol dan makan makanan pesanan. Waktu terus berjalan.. sudah pukul setengah sepuluh malam waktu bali. Srimini harus sudah pulang. Akhirnya aku pun juga harus pulang karena aku bersama srimini. Awalnya dia berinisiatif untuk melemparkanku pada teman pacarnya untuk mengantarku. Tapi aku menolak tentu saja. selain baru kenal, aku pun merasa aneh dengan lelaki pendiam itu. kenapa aku sebut dia pendiam? Sejak pertama kali bertemu, dia jarang sekali bicara. seperti orang gagu, bisu. Aku malahan yang banyak bicara di ajang pertemuan tanpa direncana tersebut.
Segera setelah itu pacar srimini memiliki ide untuk membiarkan lelaki pendiam mengantar kami berdua, aku dan srimini di motor yang sama, dia di motor yang ia tumpangi sendiri di belakang kami. Semuanya baik-baik saja, kecuali aku sedikit sungkan karena harus membiarkan srimini kembali untuk mengantarkanku pulang, padahal rumahnya sudah dekat dengan tempat makan tersebut. Mau bagaimana lagi? Aku nggak mau menanggung resiko di hutan belantara bali ini. aku tak punya siapa-siapa di sini. Syukurlah srimini polos dan baik hati.
Tunggu, ada yang tertinggal. Apa kalian tahu? Umur srimini lebih dibawahku 4 tahun, mungkin pacarnya itu 3 tahun di bawahku, begitu juga temannya si lelaki pendiam itu. apa yang ingin aku katakana adalah.. halooow.. gue gaul sama kaum-kaum generasi alay.. hahahah
Oke oke… mari saya lanjutkan cerita alay ini. diperjalanan semuanya masih baik-baik saja. begitu sampai di kosku, srimini tiba-tiba kebelet pipis. Akhirnya ia mampir untuk melaksanakan hajatnya itu. begitu pula dengan lelaki pendiam itu. aku baru sadar, ini bali. Tak ada sungkannya, si lelaki pendiam masuk tanpa permisi. Namun kucegah dia masuk kamarku. Ku bilang padanya, maaf kamarku berantakan. Dan ia kupersilahkan duduk di kursi yang kebetulan ada di depan kamarku. Beberapa menit kemudian srimini usai sudah bercengkrama dengan air seninya di kamar mandi. Ia pamit pulang. Ku ijinkan. Srimini sudah berjalan melewati gerbang. Tapi kalian tahu, syok menghujaniku. Si lelaki pendiam meminta nomor hapeku. Tak kubolehkan tentu saja. malas sekali. Balas sms dari teman sendiri saja kadang malas sekali, apalagi memberikan nomerku ke sembarang orang yang baru aku kenal? Aku menolak. Srimini sudah di atas motor. Lalu kugiring secara halus lelaki yang kusangka pendiam itu untuk keluar dari pintu gerbang. Kubilang, makasih.. berkali-kali. Tapi ia masih ngotot untuk meminta nomerku. Aku mulai takut. Gobloknya, srimini yang polos tak menyelamatkanku. Dia justru pamit duluan dengan meninggalkan lelaki yang kusangka pendiam itu. tak tinggal diam. Aku mencari alasan agar ia cepat menghilang dari hadapanku. Ia masih bersikeras. Aku tetap menolak. Akhirnya ia bilang. Masa ga boleh? Terus kalau aku mau sms gimana? Kan ga punya nomernya. Kubilang dalam hati, emang urusan gue?? Tapi kuucapkan. Iyah, nggak apa-apa ya, makasih.. aku nggak suka sms an. Dia jawab. Telpon? Kujawab, apalagi telpon. Maaf yah. Aku bilang demikian. Ia masih bersikeras, aku mulai menutup gerbangku. Karena masih memegang rasa sopan shantung, aku akhirnya hanya mencongolkan kepalaku sedikit. Ia menyerah, kemudian berbalik arah, meminta alamat fb ku. Kubilang untuk memberikan saja nama fbnya. Tau namanya apa? nama-nama alay yang biasa dipakai para alay… tau sendiri kan, yang panjaaaaaang gila! Ku tertawa dalam hati. Anak alay! Kucemooh dalam hati. Dia masih belum juga pergi. Kuputuskan untuk memberikannya saja. demi untuk dia agar cepat pulang. Tuhann,,,apa dosaku..kenapa aku digodai anak alay ini???? aku begitu takut. Jujur, tak ada siapa pun di kos ku, itu yang mebuatku benar-benar takut. Dalam pikiranku, bagaimana kalau aku diperkosa.. ya allah.. lindungi hambamu ini.. kuberdoa dalam hati.
Akhirnya, usai sudah perangku dengannya. setelah kuberikan alamat fb ku, kupaksa dia pergi dengan mengucapkan terima kasih dan maaf sekaligus menutup gerbangku rapat-rapat. Ia akhirnya pergi. Anak alay itu!!!
Akhirnya, kukunci gerbang dan pintu kamarku rapat-rapat. Masih begitu takut kalau-kalau dia macam-macam.

Arhhhgg.. begitu anehnya hari ini…
Cerita konyol ini mengakhiri kesepakatan kita seminggu ini. semoga ini belum akhir dari cerita kita. Kalau ini bisa, kenapa nggak selamanya kita melakukannya? Maksudnya bukan untuk tidak berhubungan.. maksudnya untuk menulis. Aku ingin lebih mengerti kalian. Aku ingin tahu kehidupan kalian yang aku tak lihat..  dengan sebuah cerita tentang kita yang tak semua orang tahui…
I love you gurls…
Semoga di tahun baru ini impian kita akan segera terwujud.. semoga selalu hanya ada kebaikan di setiap kehidupan kita dan orang-orang yang kita sayangi… amin…
HAPPY NEW YEAR…..
With love
Lita F