My lovely inaz.
Maaf menunggu lama karena moodku
sedang gila. Ia tak ingin kujerat. Maka ia berlarian kemana pun ia suka. Mungkin
karena otakku yang masih terundung pilu yang kuciptakan.
Mungkin sempat kau menuliskan
bahwa kau mencari siapa dirimu. Begitu pula aku. Aku sama sepertimu. Tak tahu
siapa aku. Dan parahnya, saat ini aku benar-benar mengalaminya. Benar-benar
memuakkan menjadi seperti ini. menjadi seperti yang tak kita maui. Tapi kau
tentu tahu. Ini lantaran aku hanya ingin menjadi palsu sejenak saja. lantas,
kuingkari saja semuanya. Dan pada akhirnya aku memilih menciptakan dunia baru
yang di sana aku mencoba lari dari akal sehatku. Aku memilih membangun
ranting-ranting yang mencemari nalarku. Ketakutan. Yah. Menciptakan ketakutan
dan mencoba menantang diri sendiri. bodohnya…
Membaca pikiranmu dalam barisan
kata itu sedikit menamparku. Bagaimana tidak. Kau jelas tahu siapa dan
bagaimana aku. Kau tak perlu kuberitahu. Banyak hal yang akan kau ketahui
tentang aku dalam dirimu sendiri. begitu pula aku. Aku sebaik itu mengenalmu. Kau
dan aku. Entahlah. misteri tuhan ini masih belum bisa kupecahkan. Kau juga
pasti tak bisa menjawab, bagaimana ceritanya kita sampai berkenalan, bagaimana
kita bisa sampai saling bertelanjang? Biarkan itu tetap jadi misteri. Yang pasti,
tuhan begitu baik padaku untuk mengenalkan duniamu padaku.
Sahabatku sayang, mungkin benar
adanya kita tak lepas dari yang namanya jatuh. Kita sering jatuh dan merasakan
sakitnya batu yang terhantam tubuh kita di bawah sana. jurang itu gelap, iya
kan? bebatuan tajam tak pernah kita tahu berserakan di sana. mungkin sempat
kita alami terbang ke awan, SEMENTARA! Tapi akhirnya, kita tak bisa menghindar
dari lepasnya sayap tuhan yang katanya maha adil itu. pantas saja lalu kita
terjatuh. Adilkah Tuhan, sayang? Adilkah ia mempermainkan kita seperti itu? kau
pasti sama sepertiku. Mengutukinya secara tak sengaja. Mencacinya di dalam
hampa. TUHAN BEGITU KEJAM!
Itu cerita kita. Kita berdua tahu
bagaimana jalannya cerita kita yang dipermainkan tuhan. Kita hanya melihat diri
kita, sadarkah kau? Jutaan orang di sana merasakan kegetiran yang sama. Tuhan memang
maha pintar dalam hal permainan. Lakon-lakonnya yang Ia cipta mengalami jatuh
bangun dan perasaan lebur, yah, paling tidak seperti itu. lihat saja sekitarmu.
Apa mereka terlihat bahagia? Bisa jadi. Tapi kita tidak pernah tahu yang
sebenarnya ada di benak mereka. intinya adalah sama. Semua orang mungkin
mengalami pahit yang sama seperti yang kita rasakan, ceritanya saja yang
berlainan, tanggapan dan responnya pun akan berbeda. Mungkin ada yang seperti
kita, tapi banyak juga yang tetap teguh bahwa ia tak apa-apa. haahaha, sama
seperti kita juga. Kita selalu merasa tak mengapa pada akhinya. Semoga.
Kenapa aku bilang tuhan
mempermainkan kita? Itukah yang jadi pertanyaanmu? Pasti kau juga tahu
jawabannya. Yah, pendapatku saja sih. Tapi aku benar-benar masih berpikir bahwa
tuhan memang mempunyai rencana untuk mengatur kita dalam permainannya. Mungkin karena
takut bahwa kita akan berpaling dan menganggapnya biasa saja lantas tak takut
lagi padaNya. Mungkin juga ia hanya bosan di sana. atau mungkin dia kecewa pada
makhluk bernama Adam yang melanggar aturanNya. Sebagai balasannya, ia menghukum
kita di dalam permainan ini. begitukah yang kau rasa. Jangan. Ini mungkin
sesat. Biarkan saja nanti aku sendiri yang bertaubat, itu pun jika aku sadar
bahwa aku salah. Tapi, salahkah aku? Aku belum tahu.
Inaz, kau berbicara tentang ego. Aku
pun selalu memikirkan “ego” itu. ego yang membelenggu kebebasan kita yang
terbatas. Ego sialan yang mencabik kebahagiaan kita. Ego bajingan yang membuat
kita gusar akan segala hal yang belum tentu jadinya. Ego ego ego. Siapa dan apa
dia sebenarnya? Apa dia itu setan di dalam hati kita? Apa dia iblis dalam otak
kita? Kenapa kita begitu lemah pada ego itu? ego yang membuat semuanya menjadi
lebih parah.
Nah, siapa sebenarnya yang salah
di sini? Permainan tuhan atau ego kita sendiri?
Begitu aku bodoh dalam hal ini.
selalu menyalahkan yang lain. Selalu mengkambing hitamkan yang selain aku. Itulah
kita. Merasa paling tahu dan paling benar. Merasa paling tersiksa dan menderita.
Iya kan? bodoh tidak kalau kita berpikir seperti itu? membuang waktu!
Kau tahu, Naz? Aku punya ide bagus
untuk ini. biarkan pikiran kita berkelana semaunya. Biarkan hati kita
mengembara sejauh-jauhnya, seluas-luasnya. Hidup ini kan hanya sementara saja,
katanya. Lalu untuk apa buang-buang waktu menyesali yang telah terjadi?
bukannya kita harus menganggapnya sebagai bahan pelajaran untuk hidup kita
sekarang dan nantinya? FOKUS! FOKUS mencari apa yang kita inginkan untuk
dicapai. Tetapkan titik inti untuk menemukan jiwa kita yang sebenarnya. Lama pastinya.
Tapi tak mengapa. Harus kita nikmati jalannya. Anggap saja derita itu sebagai
ujian untuk melanjutkan ke kelas yang lebih tinggi. belajar dan terus belajar. Maka
nanti kita akan naik ke kelas yang lebih tinggi lagi. Ups, hati-hati dan ingat
selalu, setiap level pasti ujiannya akan lebih sulit lagi. Kamu ingat masakan
pedas yang berlevel? Begitulah. Semakin tinggi levelnya, semakin pedas rasanya.
Aku menunggu juga untuk bertemumu
lagi. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kita bersama. Dalam hal ini, kita
pasti diijinkan tuhan untuk saling mencontek. Iya kan?
No comments:
Post a Comment
Write me your comment