Orang-orang boleh berkata aku sampah.
Mereka pun boleh memanggilku luka bernanah.
Mulut-mulut busuk, mulutku pun membusuk.
Otak-otak cecunguk. Otak-otak para munyuk.
Kadang mereka hanya berkabung duka.
Sering kali terjerat pilunya cinta.
Ah, jijik sekali aku mengucap kata cinta.
Kenapa mereka memujanya begitu jaya.
Bukankah karena cinta mereka menjadi budak?
Bukannya karena cinta hati mereka luluh
lantak?
Bangun. Bangunlah wahai kau anak Hawa tak
berakal.
Berdirilah. Tegakkan tubuhmu dari kematian
dan ajal.
Cinta mungkin begitu tajamnya aku cerca.
Cinta mungkin aku tuduh sebagai penyebab
kehancuran wanita.
Namun, jauh di dalam dada aku diam-diam
mencintanya.
Aku mengabdikan akalku demi cinta.
Munafikkah aku? Iya.
Lalu, benciku pada cinta hanya karena banyak
yang salah mengartikannya.
Derita. Nestapa. Luka. Duka,
Akhir dari kebanyakan kisah cinta.
Bahagia. Suka. Gembira. Gegap gempita,
Hayal
belaka seperti dongeng mengisahkannya.
duka derita suka gempita selalu menyatu tak ada dua.
Namun satu yang perlu mereka tahu.
Cinta memberikan warna pada hidup kita,
Seperti pujangga menghukuminya.
Nikmati saja lika-likunya.
Awas saja jika sampai kau menjadi budak
karena cinta.
Kukutuki kau yang otaknya hampa.
Saatnya bangkit wahai wanita.
Pergunakan otakmu sebaik-baiknya.
No comments:
Post a Comment
Write me your comment