Wednesday 20 March 2013

Sebungkus Coklat Berpita Merah




Dia sering sekali membuatku tersenyum, membuatku tenang. Saat dia sendiri bahkan tak menyadari bahwa dia selalu bisa menenangkan hatiku. Bagaimanapun juga aku tak pernah tahu hal itu dimulai sejak kapan. Hal yang aku tahu pasti adalah, dia yang membuat hidupku seimbang. 
hujan di luar masih bersenda gurau, meledeki daun-daun yang kini mulai basah terguyur gurauannya. aku kembali menatap sebungkus coklat yang terlihat begitu cantik dengan kulit mengkilapnya, yah, yang hanya bisa kulihat dari bungkus mika yang menghalangi udara menyentuhnya. aku sibak beberapa helai rambutku yang jatuh menghalangi pandangan sejak angin merayuku dalam diam. aku mulai memainkan jemari tanganku di meja bundar berwarna kemerahan. kubuat bunyi gemeletuk yang berirama kegugupan. kupandang lagi sejenak sebungkus coklat itu.
Dengan tak habis akal, aku mulai mengedarkan pandangan. mungkin saat ini sudah ada beberapa orang yang memperhatikanku, memperhatikan kegelisahanku. sudah dua jam sejak aku sampai di tempat ini. sudah satu jam lebih lima puluh lima menit sejak aku duduk di kursi yang berwarna senada dengan meja yang masih kujamahi keperawanannya. aku menghela napas, sekali lagi menghela napas yang lebih panjang dari sebelumnya, saat itu aku melihat seorang perempuan muda memeluk kekasihnya, manis sekali. aku pun mendadak menyungging senyum, senyum nanar.
ah, aku sebenarnya masih bisa sabar untuk menantinya. tapi kulihat lagi bahwa restoran ini sudah mulai ramai pengunjung. bahkan kulihat ada yang langsung melenggang pergi hanya karena tidak menemukan tempat duduk. aku merasa bersalah karena aku tak lebih hanya memesan jus apel kesukaanku-yang kini sudah mendekati ajal penghabisannya dengan satu tarikan napas saja. ya, aku tahu diri. aku tak mau membuat restoran ini merugi. bagaimanapun aku tahu hal-hal semacam ini.
kuputuskan untuk mengangkat tubuhku dari kursi yang setia kududuki. aku melangkah menjauh dari tepian meja dan melangkah pergi, setelah sebelumnya membawa bungkusan coklat yang berwarna merah menyala pitanya. sedikit senyum kusunggingkan pada pelayan yang sempat bertatap mata. pintu segera dibukanya dan aku melesat melaluinya, menuju trotoar yang tidak terlalu lebar. dan aku mulai berjalan dengan gontai, dengan sebungkus coklat manis menggiurkan yang kutenteng sembarangan.
aku berjalan semakin mendekati keramaian. kulihat di depan pandanganku sekumpulan manusia berkumpul di jalanan. aku mulai penasaran dan melarikan kakiku sedikit lebih cepat. kusibak beberapa tubuh yang menghalangi pandanganku dengan tanganku yang masih menggenggam sebungkus coklat berpita merah. tubuhku mulai berhimpitan dengan manusia tak dikenal, kubiarkan, demi melihat apa yang mereka kerumunkan. begitu berhasil sampai di barisan depan, kusungging lagi senyuman, tanda kepuasan. mataku masih belum tersadarkan dengan sajian di depannya. satu detik, dua detik, tiga detik, mataku mulai bangun dari kematian. di hadapanku sudah ada seonggok tubuh yang terdiam. tubuh yang begitu kukenal, tubuh yang    masih sama seperti yang kulihat hari yang lalu, hanya saja tubuh itu tak lagi bergerak lalu mendekatiku lalu memelukku, seperti biasanya. tubuh itu kaku. begitulah, aku masih tak bisa melihat wajahnya. kutenangkan hatiku yang sudah tak tenang lagi. tubuhku lemas tak bergairah, aku terduduk beku. Tak kupedulikan sebungkus coklat yang sedari tadi kulekatkan dalam genggaman. sebungkus coklat berpita merah itu telentang tak menyala lagi pitanya, redup. tanganku mulai memberanikan diri menyentuh tubuh diam itu, sekedar ingin memastikan wajah sang tuan pemilik tubuh terbujur tak bergerak itu. napasku memburu, air mata perlahan jatuh. wajahnya sudah ada di hadapanku, mataku kupejamkan.
"GISYA!" tangan itu menyentuh bahuku, kupalingkan wajahku dari wajah tubuh tak bergerak yang belum sempat kulihat.
"RADO! aku pikir itu kamu.. " mataku basah, dia mulai memelukku dan membenamkan wajahku di dadanya yang bidang.
"Aku nyari kamu ke mana-mana." kami mulai menjauh dari kerumunan. dan coklat yang rasanya belum kucoba rasakan masih diam tak bergerak di tengah keramaian. tak kupedulikan. hanya dia yang mampu memberi ketenangan. 

No comments:

Post a Comment

Write me your comment