Saya belum pernah membaca karakter atau tokoh di novel
terkena penyakit yang namanya sariawan. Kalau seandainya ada yang pernah tahu,
tolong, beritahu saya judul novel itu biar saya membacanya. Sebegitu tidak
pentingkah sariawan menurut penulis-penulis novel itu? Ah, yang jelas saya
ingin tahu karena saya sedang mengalami sebuah peristiwa di mana mulut saya
terluka, menganga, perih, sakit, yah, begitulah. Kau tahu sendiri jika
menderita sariawan.
Sariwan. Kenapa saya bisa sering terkena sariawan. Mungkin memang
makanan yang saya konsumsi tidak terlalu banyak membantu kesehatan saya. Mungkin
juga karena susunan gigi saya yang tidak mendukung. Saya beritahu padamu, gigi
saya tak ada yang rata. Semua mengandung taring. Yah, mungkin hanya gigi depan
saya yang atas yang masih sedikit rata, meskipun, hmm.. meskipun sama juga,
posisinya menjorok ke dalam. Kau ingin tahu gigi taring saya? Satu di bagian
kiri atas terkena guncangan gigi lainnya, hingga akhirnya ia tak punya tempat
bernaung untuk kehidupannya. Lantas ia akhirnya memilih untuk menjorok ke
depan. Ah, pusing sendiri kau nanti jika kujelaskan satu persatu gigi saya. Yang
pasti gigi saya tidak rata. Itu saja. Dan kau tahu lagi, itulah mengapa saya
sering menggigit sendiri mulut saya hingga terluka. Itu. Benar itu. Sariawan!
Pernah suatu hari, dulu sekali, saya ingin mencoba membuat
rata gigi saya dengan sistem pemagaran. Ya, sistem behel kalau bahasa afdholnya sekarang. Tapi sayang, sayang
beribu sayang. Saya urungkan niat saya itu karena saya harus merelakan satu
gigi saya tercerabut dari gusi saya. Saya tentu tak rela. Apalagi sayang pernah
mendengar bahwa jika gigi normal dicabut, akan berdampak pada kerusakan saraf. Takutlah
saya. Bagaimana jika saya nanti gila karena saraf saya putus? Putus cinta saja
sakit, apalagi putus saraf. Tidak terbayangkan betapa saya akan menangis
setahun penuh (mungkin saya akan menangis sepanjang hidup saya, di rumah sakit
jiwa, jika saya akhirnya gila tentu saja).
Yah, begitulah tentang curahan sariawan saya. Betapa sangat
mengganggunya luka yang menganga pada mulut saya itu. Hingga akhirnya saya
rela, bahkan membuka mulut lebar-lebar untuk mengkonsumsi makanan yang rasanya nauzubillah kecutnya (ngaruh nggak sih
makan yang kecut-kecut. Katanya vitamin C kan yang kecut-kecut. Lah, emangnya
saya hamil? Ngidamnya yang kecut, hah, entahlah)
Cukup sekian dan terima kasih. Semoga dengan ini penderitaan
yang kamu rasakan sedikit terkurangi, karena di sini saya merasakan sariawan
ini begitu melukai. Sakit hingga ke ulu hati.
No comments:
Post a Comment
Write me your comment