Tuesday, 4 February 2014

sariawan

Saya belum pernah membaca karakter atau tokoh di novel terkena penyakit yang namanya sariawan. Kalau seandainya ada yang pernah tahu, tolong, beritahu saya judul novel itu biar saya membacanya. Sebegitu tidak pentingkah sariawan menurut penulis-penulis novel itu? Ah, yang jelas saya ingin tahu karena saya sedang mengalami sebuah peristiwa di mana mulut saya terluka, menganga, perih, sakit, yah, begitulah. Kau tahu sendiri jika menderita sariawan.
Sariwan. Kenapa saya bisa sering terkena sariawan. Mungkin memang makanan yang saya konsumsi tidak terlalu banyak membantu kesehatan saya. Mungkin juga karena susunan gigi saya yang tidak mendukung. Saya beritahu padamu, gigi saya tak ada yang rata. Semua mengandung taring. Yah, mungkin hanya gigi depan saya yang atas yang masih sedikit rata, meskipun, hmm.. meskipun sama juga, posisinya menjorok ke dalam. Kau ingin tahu gigi taring saya? Satu di bagian kiri atas terkena guncangan gigi lainnya, hingga akhirnya ia tak punya tempat bernaung untuk kehidupannya. Lantas ia akhirnya memilih untuk menjorok ke depan. Ah, pusing sendiri kau nanti jika kujelaskan satu persatu gigi saya. Yang pasti gigi saya tidak rata. Itu saja. Dan kau tahu lagi, itulah mengapa saya sering menggigit sendiri mulut saya hingga terluka. Itu. Benar itu. Sariawan!
Pernah suatu hari, dulu sekali, saya ingin mencoba membuat rata gigi saya dengan sistem pemagaran. Ya, sistem behel kalau bahasa afdholnya sekarang. Tapi sayang, sayang beribu sayang. Saya urungkan niat saya itu karena saya harus merelakan satu gigi saya tercerabut dari gusi saya. Saya tentu tak rela. Apalagi sayang pernah mendengar bahwa jika gigi normal dicabut, akan berdampak pada kerusakan saraf. Takutlah saya. Bagaimana jika saya nanti gila karena saraf saya putus? Putus cinta saja sakit, apalagi putus saraf. Tidak terbayangkan betapa saya akan menangis setahun penuh (mungkin saya akan menangis sepanjang hidup saya, di rumah sakit jiwa, jika saya akhirnya gila tentu saja).
Yah, begitulah tentang curahan sariawan saya. Betapa sangat mengganggunya luka yang menganga pada mulut saya itu. Hingga akhirnya saya rela, bahkan membuka mulut lebar-lebar untuk mengkonsumsi makanan yang rasanya nauzubillah kecutnya (ngaruh nggak sih makan yang kecut-kecut. Katanya vitamin C kan yang kecut-kecut. Lah, emangnya saya hamil? Ngidamnya yang kecut, hah, entahlah)
Cukup sekian dan terima kasih. Semoga dengan ini penderitaan yang kamu rasakan sedikit terkurangi, karena di sini saya merasakan sariawan ini begitu melukai. Sakit hingga ke ulu hati.


No comments:

Post a Comment

Write me your comment