Senja makin muram. Gerimis pun perlahan turun dari
singgasananya. Udara begitu dingin dengan angin yang bertiup meremangkan
tubuhku. Semakin gelap saja langit yang biasanya biru. Tak mungkin membiru
tentu saja sewaktu matahari telah lelah menghibur bumi belahan sini, di mana
aku bisa menatapnya pagi, siang, dan sore hari. Kini, matahari telah kembali ke
belahan bumi lain. Mencoba menggembirakan kehampaan hati orang-orang yang
berkeliaran di sana. lalu, nasibku di sini yang kini mereguk sepi tanpa sang
matahari.
Sedari tadi aku menatap pada ponsel touchscreenku. Men-slide
berulang-ulang tanpa ada tujuan pasti. Melihat pesan masuk tanpa membacanya
secara rinci. Sebenarnya yang kuinginkan Cuma satu. Aku ingin sekali mengirim
pesan pada seseorang. Seseorang yang kini tengah kupikirkan. Seseorang yang
sedang kurindukan. Namun sayang. Aku terlalu takut melihat namanya dalam daftar
kontakku. Aku takut tak bisa kukendalikan diriku untuk benar-benar mengirimkan
kata rindu itu padanya. Tidak. Tidak untuk saat ini.
Beberapa menit berlalu. Dengan berat kugeletakkan begitu saja
ponselku. Biar saja ia mati kedinginan. Biar saja eror sekalian. Matilah saja,
berkata diriku pada ponsel tak berdosa itu. lalu aku mencoba memejamkan mata,
sedikit demi sedikit mulai memadamkan mataku dari cahaya. Redup. Lalu aku jatuh
tertidur dengan masih menyimpan sedikit beku di hati ini.
No comments:
Post a Comment
Write me your comment