Aku sedikit merasa sedih. Tiba-tiba terpikir rasa getir nan
perih. Sepertinya aku harus berdalih. Namun, apa bisaku? Hanya mencoba kembali
berpikir jernih.
Ini yang ingin aku bicarakan. Tentang pertemuan. Dan juga
tentang perpisahan. Selalu oposisi itu yang membuat mata menjadi setengah basah
dan setengah kering, sembab, oleh bekas air mata. Namun aku tak suka menangis,
jadilah aku hanya merasakan getirnya,
Pertemuan. Seperti kau tahu, dua insan yang bertemu dalam
masa tertentu. Ada aku dan kamu. Ada kamu dan dia. Ada dia dan aku. Selalu
seperti itu, aku datang dan pergi. Kau pergi dan tak tahu kapan kembali. Dia
berlalu dan kini yang aku tahu adalah kamu. Aku datang, aku pergi. Kau pun juga
seperti itu. Hanya bisa mengandalkan waktu, yang akan menjawab semua
pertanyaanmu. Pertemuan. Dua manusia yang bertatapan ragu-ragu. Mulai bercakap
malu-malu. Berlanjut pada ucapan yang sedikit syahdu. Kembali pada memori yang
lalu, pastinya dengan manusia yang baru. Selalu saja seperti itu. Pertemuan.
Aku dan kau bertemu. Hingga aku tahu namamu, hingga kau tahu maksud ucapanku.
Hingga akhirnya pertemuan itu menuju titik penghabisan. Selalu seperti itu.
Perpisahan. Rangkaian dari pertemuan yang terjadi tanpa
pemberitahuan. Perpisahan yang membuat relung hati kita tersia. Perpisahan yang
membuat siapa saja merasa tercabik hatinya. Dan kosong meraja. Pertemuan dan
perpisahan. Rangkaian dua peristiwa yang saling bertabrakan satu sama lainnya.
Tak ada yang menyukai perpisahan, tapi aku lebih tak menyukai pertemuan. Karena
apa? Ujungnya pasti perpisahan akan tiba masanya.
Oh. Jangan!! Bagaimana mungkin aku membenci pertemuan? Bagaimana bisa otakku sekerdil ini yang
menganggap setiap pertemuan akan berakhir perpisahan? Jangan! Tolong jangan
sampai diri ini membenci pertemuan. Jangan sampai otak ini berpikir dangkal
bahwa pertemuan adalah awal dari kesedihan yang akan beranak pinak hingga
sampai ajal menjelang. Oh... tidak! Tidak akan!
Kau tahu? Seperti yang kau tahu. Setiap pertemuan membuat
kita semakin bijak. Mungkin kau bertemu dengannya yang baik hatinya, hingga
tertular virusnya sampai ke hatimu. Hingga kau merasakan kesejukan tiap kali
kau berbuat kebajikan yang tak kau catat dalam buku.
Kau tahu? Seperti halnya yang kau tahu. Setiap pertemuan
merupakan awal dari pelajaran hidup yang baru. Siapa tahu dia adalah manusia
yang berakal budi yang jelita, hingga kau bisa mendapatkan apa yang sebelumnya
tak kau ketahui dari mana pun juga.
Kau tahu? Hoamm... aku mulai mengantuk. Mata ini sudah
tinggal beberapa persen saja kadarnya. Tapi tunggu dulu.. aku belum selesai
berkultum ria. Uh.... abaikan saja. Kuberbicara dengan pikiranku sendiri.
Kau tahu? Apa kau tahu? Mungkin saja tahu, mungkin juga
tidak. Kau tahu? Setiap perpisahan membuatmu lebih berbesar hati, membuatmu
merasakan bahwa hidup memang untuk mati. Dan setiap manusia itu mati, tunggu
saja giliran. Yang pasti banyaklah berbuat kebajikan sebelum ajal menjelang.
Ah, seperti aku sudah pernah mati saja. Tapi orang bilang
kalau mati itu sulit. Mati itu menyakitkan. Mati itu,,,,,sebuah misteri yang
tak pernah terpecahkan.
Sabar Lita, misteri akan cepat atau lambat terpecahkan..
ReplyDelete