Monday, 30 July 2012

malam hampa


Sesuatu yang hinggap dan menyergap kini menguap. Mungkin saja segenggam asa yang kutawarkan padamu telah lenyap seiring terkesiapnya hatiku mencerna kata yang tercuap. Atau saja aku tak terlalu meleburkannya dalam otakku yang selalu berteriak dalam perangkap. Sudah cukup teriris atau sudah terlalu terkikis. Onggokan hitam kecoklatan yang bersemayam dalam rongga dadaku terlalu banyak menangis.
Ada kalanya terbersit sedikit hampa oleh ketakhadiranmu di hari yang menggembala. Ada saatnya terkelabuilah diriku oleh manisnya bibirmu yang mengaduh, membuat bibirku dengan ringannya berlabuh. Ada masanya kulitku meraung meminta sedikit hangat dari belaianmu yang berkelana dalam nadiku yang tercabik hampa. Namun kuharap kini berlalu. Tak ada lagi sekelebat kesadaran yang mengarah pada kecupan merdumu. Meski rindu akan rintihanmu yang memelas rongga keimananku, aku tetap tak akan mengalah. Detik ini ku coba mengeriknya dengan belati. Detik ini akan kucabut akar-akar yang bersemedi. Sayang, kurasa gagal. harusnya tak kucoba merangkai kata-kata yang tersebut sebelumnya. Teringat lagi akan sosokmu yang berang, kecewa akan kesepahamanku yang menjilat. Walah, aku terperangkap lagi dalam jerat. Harusnya tak terbersit menuliskannya dalam serat. Ingin kuraungkan kata Jancuk. Ancuk. Dancuk. Pincuk. Gancuk. Apalagi itu. tak kukenal kata itu sebelumnya. Hanya kata mereka saja yang terdengar penuh amarah ketika mengucapnya, melemparnya ke udara. Aku ikut-ikut saja untuk membuang resahku dalam sela-sela oksigen yang terburai sebebasnya. Marah pada diri sendiri. merah menelaah pada sunyi. Aku terpikat lagi pada pesona hasrat yang terpatri. 

1 comment:

Write me your comment