Thursday, 21 February 2013

Serbet Kotak-Kotak


Serbet kotak-kotak. Mungkin hanya kain itu saja yang aku ingat paling berjasa dalam hidupku. Serbet kotak-kotak. Mungkin itu hanya kain berserabut kasar yang di jual dengan harga murah. Serbet kotak-kotak. Kain berbau gersang yang siap menggorok saraf penciuman siapa saja jika telah terlumat oleh berbagai jenis kotoran. Nah, tentu saja kau mengetahui guna serbet kotak-kotak itu, kain lap. Semua orang menggunakannya sebagai barang yang seolah tak bernilai. Hanya seonggok kain yang hanya pantas bersentuhan dengan apa saja yang bersifat tidak bersih, tidak suci, tidak higienis. Paling parahnya, serbet kotak-kotak itu hanya akan menjadi sarang kuman kala semua telah tuntas, terentas oleh kain sekecil itu. mengerikan jika kita melihatnya melalui teleskop. Pasti akan ada banyak hal menjijikkan di selembaran kain usang itu.
Itu semua bagi orang awam yang menganggapnya demikian. Menurutku aku berbeda dengan mereka. meski aku sama halnya dengan mereka, orang awam, namun aku ingin menjadi minoritas saja. Aku tak mau menyamakan diriku dengan mereka. Bagiku, selembar kain usang itu adalah benda yang kuanggap paling berharga di dunia. Aku sungguh mencintainya, ah menghargainya lebih tepatnya. Kain itulah yang membuatku tersadar bahwa tak semua hal kecil itu tak berguna. Tidak semua yang dianggap orang hina adalah benar-benar tercela. Tak semua yang buruk itu bernilai buruk. Tinggal dari mana kita memandang dan meletakkannya. Tergantung kita mau membuatnya menjadi seperti apa.
Kain serbet kotak-kotak itu sebagai contohnya. Ia kini terpajang anggun tepat di tembok ruang tamuku. Ia terpaku dalam bingkai emas yang bercorak bunga berwarna emas pula. Bukan corak, namun ukiran. Begitu memikat. Jika disandingkan dengan kain itu, tentu saja, terlihat sekali bahwa kedua benda itu sungguh berbeda nilainya. Sengaja kuletakkan di sana. Aku ingin semua orang tahu. Aku ingin semua orang mengerti. Aku ingin semua orang memahami. Aku ingin semua orang meresapi, bahwa segala sesuatu yang terbingkai indah akan tetap buruk jika di dalamnya sendiri ada sesuatu keburukan. Meski demikian, aku tak ingin mereka lantas sepaham dengan pendapatku. Justru aku ingin menunjukkan bahwa benda yang begitu tak ada harganya dapat terpajang mempesona di dalam bingkai indah. Aku ingin mereka tahu bahwa sesuatu yang tak berharga pun masih layak mendapatkan yang terbaik, masih layak diperlakukan terhormat, dan seharusnya layak mendapatkan simpati yang besar dari kalangan yang belum begitu beradab. Entah, siapa saja yang merasa belum beradab aku pun tak tahu pasti. Mungkin Anda? Ataukah Aku sendiri?
Benar. Tak ada yang mau mengakui. Tak ada yang akan mengakui jika diri mereka belum beradab. Semua orang merasa sudah beradab, tak terkecuali diriku sendiri. Mana mau aku lantas disebut tak beradab! Kau pun juga tak mau jika aku menyangkamu tak mempunyai adab. Sudahlah, tak ingin aku menuduh. Terlebih, aku tak ingin menggurui. Aku hanya ingin membuatmu tahu apa yang tersimpan dalam otak ini, terlebih mengenai peranan kain yang kubahas tadi.
Sebenarnya dengan meletakkan pajangan aneh itu aku tak mempunyai maksud  tertentu. Aku sama sekali tak berniat untuk merugikan mata-mata yang memandang. Justru yang terpikir dalam anganku adalah keinginanku untuk sekadar membuat decak heran tamuku bergema. Aku ingin dan hanya ingin sekali melihat mata mereka bertaut heran, lalu aku pun bisa segera memulai untuk mengisahkan riwayat tentang seorang hamba. Besar inginku untuk menceritakan pengalaman ini pada mereka, cerita tentang seorang hamba yang mempunyai hutang jasa pada selembar kain kotak-kotak itu.

No comments:

Post a Comment

Write me your comment