Thursday, 27 December 2012

mengeluh itu bullshit!

hidup. mau hidup seperti apa kalau yang ku bisa hanya mengeluh? mau jadi sampah? jadi onggokan tinja! berkeluh kesah meratapi tanpa bisa memperbaikinya. mengeluh tanpa henti namun tak mau mengakui salahnya. bukankah dengan mengeluh kamu hanya menyalahkan orang lain? menyalahkan tuhan? kenapa hidupmu kau hiasi dengan hal hina semacam itu? selalu menyalahkan! apa kau yang paling benar?
sudah saatnya berhenti mengeluh. keluhanmu hanya membuatmu jadi sampah! onggokan yang mati! biarkan saja hidupmu mengalir. nikmati tiap alirannya. nikmati tiap deritanya... bukan derita jika kau menganggapnya hanya semacam proses untuk berbahagia. berat memang menjalani hidup yang membuatmu sakit dan kecewa. itu semuanya dirasakan semua orang. tak ada pengecualian. karena kau tahu? manusia itu sama derajatnya. bukan hanya kau saja yang pernah merasa menderita, seperti terbuang, seperti terhina. semuanya pernah merasakannya. kau saja yang tak mau membuka mata. apa yang kau lakukan sebenarnya selama ini? mengeluh dan mengeluh lagi? sudah cukup. saatnya berhenti. saatnya nikmati hari yang tuhan rancang untuk kau jalani. lakukan sebaik yang kau bisa. menjadi terbaik dan dapatkan yang terbaik.

waRNING!!

hening. hening. hening
tak ada sapamu. hening
tak ada statusmu. hening
tak ada twitmu. hening
tak ada panggilan selular darimu. hening

hal yang wajar! semua orang pernah merasakan hal yang sama.

hampa. hampa. hampa
tak ada senyumanmu. hampa
tak ada usap lembut tanganmu di kepalaku. hampa
tak ada kecupan selamat pagi. hampa
tak ada peluk hangatmu. hampa

normal!! masih normal!!

bosan. bosan. bosan
bosan menunggumu ucapkan rindu. bosan
bosan selalu menyapamu terlebih dahulu. bosan
bosan kau acuhkan aku. bosan
bosan kau bilang kita sudah tak bisa menjadi kita lagi. bosan

apa lagi?? manusiawi!!!

muak. muak. muak
selalu merindukanmu. muak
selalu mencintaimu. muak
tak bisa melupakanmu. muak
selalu mengharapkanmu. muak

arghhhhh..... cukuplah. sudah cukup sakit ini membunuh perasaanku. kini memang aku telah membongkar mayat hatiku dari kediamannya dalam kubur. aku tak mau lagi hati itu dipenuhi oleh kegelapan. tak mau.
sudah saatnya aku memajangnya dalam galeri ketakpedulian. biarkan lukanya menganga di sana sampai mengering. biar semua orang tahu. biar saja. biar mereka tahu bahwa hati ini telah benar-benar terluka. biarkan ia membusuk di sana. daripada hatiku dimakan ulat di alam kubur. lebih baik aku membuatnya bangkit dari kematiannya.
bukan untuk ditemukan oleh siapapun lagi, tapi untuk menjadi pelajaran bagimu para pecinta. hiduplah menderita jika kau tak bisa mengendalikan cinta!

Wednesday, 26 December 2012

Representasi Negatif Sosok Perempuan

Sosok Perempuan oleh sebagian orang merupakan analogi dari sebuah keindahan. Keindahan yang terbentuk dari paras dan postur, memberikan paradigma yang kental akan pemuasan hasrat. Hasrat itulah yang memicu segala bentuk kekreatifan para pelaku seni untuk mengabadikan keindahan tersebut mulai dari lukisan, fotografi, patung, bahkan kedalam bentuk rekaman video. Semua mengatakan dengan alasan yang  masih tetap sama, SENI. Memang benar adanya kalau perempuan adalah objek terindah dari seni, tapi ketimpangan itu dapat terjadi karena sebagian orang yang salah mengartikannya. Hal itu tak lain adalah karena sebagian orang  tak memiliki moral dan daya seni. Di situlah pusat dari segala pelecehan pada perempuan berasal. Penyebab itu muncul dari paradigma-paradigma yang memposisikan perempuan dalam posisi yang salah.
Perempuan diposisikan sebagai barang dagangan.
Fenomena yang masih berkaitan seputar dunia keperempuanan adalah perdagangan perempuan. Dari sudut kota sampai desa, objek yang laku diperdagangkan adalah perempuan. Bukan hal tabu lagi untuk menguak suatu misteri dibalik penjualan perempuan. Salah satu faktor pendukung bagi kelancaran bisnis ini tak lain adalah uang yang dihasilkan dengan cara yang mudah dan cepat. Siapa yang tak tergiur dengan hal seperti itu? Tentu saja pelaku bisnis ini mempunyai akal yang rapih untuk menyelubungkan bisnis mereka. Dengan berbagai cara, “barang dagangan” itu bisa ke tangan konsumen tanpa diketahui oleh aparat. Apalagi ada saja perempuan yang dengan suka rela untuk diperdagangkan, ditambah banyaknya fasilitas yang mendukung seperti ponsel dan web. Dengan kata lain, dalam kasus ini, perempuan bisa dikatakan sebagai “barang” yang diperjualbelikan.
Perempuan diposisikan sebagai ikon untuk meningkatkan sebuah penjualan
Tak bisa dipungkiri bahwa semakin banyak iklan, baik di pertelevisian ataupun iklan dari baliho yang terpajang di jalan-jalan, mempertontonkan perempuan sebagai ikon untuk mengiklankan produk. Sebagai salah satu contohnya, iklan mobil yang memajang perempuan seksi untuk berpose di samping mobil tersebut. Contohnya lagi adalah, banyak video clip yang memasang perempuan sebagai modelnya. Semakin cantik, terkenal dan seksi si perempuan tersebut, semakin tinggi daya jualnya. Alhasil, keuntungan yang diraup oleh para produsen bisa meningkat pula.

Perempuan diposisikan sebagai alat pemuas nafsu.
Di berbagai situs internet yang menyediakan fasilitas gambar-gambar porno, seakan membuat gairah para penikmatnya muncul seketika. Pemuas nafsu. Kata itu sudah tidak lagi asing didengar. Perempuan mempunyai daya pikat tinggi terhadap lawan jenisnya. Hal itu menjadikannya sebagai objek yang dengan sangat mudah dilecehkan hanya karena hasrat laki-laki tertentu untuk memuaskan nafsunya. Pemuasan nafsu oleh sekelompok orang yang bisa dibilang mempunyai libido tinggi itu akhirnya menghasilkan tindak kriminal yang sangat menghawatirkan banyak orang. Banyak berita di televisi yang menunjukkan bahwa tindak kriminal pada perempuan sudah tak terbendung lagi. Bisa dikatakan bahwa perharinya ada saja yang dikabarkan “memperkosa”, “menghamili”, bahkan “membunuh”. Kata-kata yang mengerikan itu menjadi “momok” bagi para orang tua yang mempunyai anak gadis, perempuan-perempuan yang hidup jauh dari keluarga, dan juga para janda yang ditinggal mati suaminya.  
Ketiga representasi negatif seperti di atas merupakan kunci utama terbukanya peluang bagi para perempuan untuk dilecehkan. Oleh sebab itu, kita sebagai perempuan harus bisa menjaga martabat dan harga diri kita sebagai perempuan. Hormati posisi perempuan karena perempuan juga memiliki derajat yang sama sebagai manusia. 

Monday, 24 December 2012

TAK sempurna


Aku ingin bercerita tentang cinta, tapi ini bukan cerita cinta biasa.
Aku ingin membawamu merasakan cinta, cinta yang tidak biasa.
Aku ingin mencoba mengenalkanmu pada cinta, cinta yang bukan sekedar cinta
Aku ingin menaburkan cinta pada luka, jelas itu bukan cinta biasa.

Suatu ketika cinta terbata, ia bahkan seperti tak bisa berucap, ia hanya mangap, seperti menguap.
Suatu saat cinta bersembunyi, ia takut diketahui, ia hanya merasa dirinya duri.
Suatu masa cinta terkejut, ia merasa sakit hati, meski ia tahu ia tak punya hati lagi
Suatu waktu cinta mulai sepi, perasaan yang ia tahu ada ternyata jadi hampa bersarang derita.
Oh…cinta… itu cerita biasa.
Semua merasakan yang sama. Lalu
kenapa kau bilang ini bukan cerita cinta biasa?
Memang ini bukan cerita cinta biasa.
Kau tahu ini apa?
Ini cinta yang luar biasa.
Di saat cinta ada, luka pun mengada.
Di saat cinta terbang menghilang, derita menerpa.
Lalu apa yang bisa cinta berikan sebenarnya?
Bukannya sudah biasa orang mengatakan cinta membawa bahagia?
Bullshit ku bilang.
Memang siapa yang berkata cinta membawa bahagia?
Owh,, pujangga berotak surga.
Mereka memang benar adanya, yah.. barang kali mereka merasakannya benar.
Cinta memang membawa bahagia
Tapi itu dulu sebelum kita mengenal apa artinya mencintai lebih dari satu cinta.
Kau tau akibatnya?
Akibatnya cinta jadi tiada membawamu ke surga.
Kau memang bahagia jika mendapatkan mereka berdua.bertiga,berempat,
Tapi apa sebenarnya yang mau kau berikan jika kau tak satu jiwa?
Mereka menginginkanmu mencintai mereka, diri mereka, bukan diri selain diri mereka.
Satu saja.
Tapi ini berbeda.
Kau tak bisa.
Kau mencintai mereka berdua yang mencintaimu.
Lalu apa yang kan kau lakukan selanjutnya?
Menyuruh mereka lega?
Tak bisa. seperti aku, mereka.
Aku ingin memiliki dan merasa dimiliki. Cukup satu orang saja. tapi  kau beda. Kau tak bisa memilih diantara satunya.
Adakah kejomplangan terasa? Apa cinta yang kau berikan sama?
Sama pun jumlahnya tak akan lebih dari 50 persen.
Bayangkan saja cinta itu berbiji 100.
Kau membaginya dua pula. Paling pol hanya 50 persen jika rata.
Ah, aku tak mau hanya kau beri 50 saja. seperti tak ada. Siapa pun mau yang lebih dari 50 persen.
Yah, itu hanya ibarat. Aku tak tahu apa yang sungguh terjadi. mulutku hanya seonggok basi.
Sudahlah. Kau temanku, aku peduli padamu. Aku senang kau percayai aku untuk menukar ceritamu.
Tapi entahlah, mungkin aku berlaku sebagai lawanmu.
Aku tak menyalahkanmu. Aku hanya menyalahkan waktu itu.
waktu di mana kau tak bisa menjaga satu hatimu untuk cinta itu.
sudahlah, semua usai terjadi. kau hanya perlu sadari dan cermati.
Mereka yang kau cintai merasakan luka seperti yang kau derita.
Atau…
Mungkin lebih..
Tak apa, kau dan aku pun sama.
Salah salah kata, salah salah rasa, salah salah salah…
Ah, hal itu sudah biasa.
Kita kan bukan manusia sempurna…

Saturday, 22 December 2012

hati-hati, Hati


HATIKU atau HATI SIAPA?
Hatiku di dalam tubuhku yang layu,apa wujudnya?
Hatiku, terselubung oleh selaput berdebu, apa dia baik-baik saja?
Tak pernah sekalipun kulihat hatiku, mungkin dia membusuk berbau
Tak sekalipun aku menjenguknya yang sejak saat itu telah menderita penyakit kronis
Tak satu pun hari aku coba untuk membantu membalut lukanya
Apa kabar kau di sana?
Kulihat ia menggeliat, perlahan menahan sakitnya
Hatiku kini mengerang mempertahankan hidupnya yang sengsara
Kenapa aku begitu tega membiarkannya berbalur borok bernanah?
Kasihan benar hatiku
Aku memperlakukannya seperti anak tiri yang tersia.
Tapi biarlah, mungkin akan kukubur saja sewaktu ia telah mati nanti.
Tinggal tunggu waktu saja sebelum ia benar-benar sekarat dan mati.
Saat itu aku tak akan menjadi manusia berdosa lagi dengan membiarkannya terkulai sepi,
Terbaring sendiri.
Cepatlah mati saja biar ku tak sakit lagi membawamu dalam tubuhku yang juga hampir mati.

SEANDAINYA




 
Seandainya waktu dapat kuhentikan
Seandainya dapat waktu di-rewind,  seperti memutar ulang film
Seandainya waktu bisa kupasang seperti yang kuinginkan
Seandainya waktu cepat berputar ketika membosankan, seperti mempercepat film
Seandainya aku mampu mengatur waktu sesukaku
Seandainya waktu ada ditanganku untuk ku buang yang tak perlu
Seandainya waktu yang indah tak berhenti berjalan
Seandainya waktu yang tak kuingini tak datang padaku

Ah, seandainya seandainya seandainya
Seandainya seandainya seandainya
Berapa kali lagi aku hidup dalam kata seandainya
Jengah melihat kata itu beredar di otakku
Mampus saja kau dari dulu
Biarkan otak ini bekerja semestinya
Menerima apapun yang ada
Seandainya seandainya seandainya
Seandainya aku mampu membuang seandainya dari kepalaku
Seandainya aku tak mengenal kata seandainya
Arrrgh…kembali lagi seandainya seandainya
Seandainya, mati saja kau!!!!

surat untuk bunda


UNTUK IBUNDA
Ma.. apa kabar di sana? aku harap mama baik-baik saja. ma.. aku masih ingat ketika kau hendak pergi dulu memintaku untuk selalu jadi anak yang kuat. Tak secara langsung memang kau berucap, tapi dengan semua yang kau perjuangkan untukku. Benar sekali bahwa aku merasa sangat kehilangan mama. Sampai detik ini aku kadang mengutuki tuhan karena Ia mengambilmu di saat aku masih membutuhkan mama. Ma.. sering kali aku membuat bapak menangis, maaf ya ma.. aku belum bisa jadi anak yang bisa membahagiakan orang tua. Setiap kali melihat titik air di mata tua bapak, aku berharap mama yang menguatkannya, di sampingnya. Setiap kali gelisah dan resah menghampiriku, sedikit saja pelukmu mungkin bisa meredakannya. Tapi tidak. Kami semua akan baik-baik saja tanpamu, seperti pintamu padaku yang memang tak terucap secara langsung. Ma.. aku tak pernah lupa ketika dulu kau berlarian mengejarku, membawa segelas susu hangat digenggaman tanganmu, menyusulku yang tengah menanti transportasi umum yg agak jauh dri rumah untuk pergi ke sekolah. Taukah mama saat itu aku bangga punya mama seperti mama? Kalau aku tau sekarang aku tak bisa lagi memelukmu, pasti dulu aku akan setiap detik memelukmu. Banyak peristiwa di mana aku bersyukur punya mama di sampingku. Tapi, sekarang tak bisa lagi melihat senyum mama, tak bisa lagi mendengarkan mama cerita tentang segala kebaikan, tak bisa lagi memeluk mama seperti dulu, tak bisa menangis tersedu di pelukan mama ketika aku benar-benar merindukan mama.
 Ups…ga boleh nangis, lita…. Mama  pasti ga suka. Mama pasti ingin aku jadi sekuat mama. Iya kan ma? Ma… doakan biar aku bisa jadi yang terbaik yah. Doakan aku bisa membuat mama dan bapak bangga punya anak cengeng sepertiku. Semoga mama di sana selalu diberikan tempat terbaik sama Tuhan,, banyak sekali yang ingin aku katakan di sini, tapi mungkin hanya ini yang bisa mewakili rinduku yang besar sama mama.
Sudah dulu ya ma, aku yakin suatu saat aku bisa memelukmu lagi. Aku yakin suatu saat kita semua bisa berkumpul lagi. Titip salamku buat Tuhan.
Love u forever and always

Sunday, 16 December 2012

hari minggu di bali


2.41 am.  Tak terpejam mata ini. mungkin sedikit merindukan malam yang lalu ketika mataku pulas memejam, tubuhku lunglai memayat, terdidur dalam sebaris senyuman. Itu saat ada kau di sisiku. Memelukku yang kelelahan. Ku dengar dalam jagaku, perlahan kau mendekatkan wajahmu pada wajahku, desahmu nafasmu yang hangat. Sebentar saja kau telah mendaratkan bibir lembutmu pada keningku. Kau pikir mataku masih memejam, tapi aku terjaga dan aku begitu senangnya. Seperti aku wanita terbahagia sedunia.
2.46 am. Aku masih saja membuka mata. Sedikit lapar tentunya yang menambah kekesalanku karena esok pasti ku tak akan fokus bekerja. Pasti rasa kantuk akan melanda. Biarlah. Biar saja. kapan lagi aku bisa bermanja pada pikiranku yang terbang pada kenanganku tentangmu? Sebebas ini! tak ada pengganggu. Begitu bebas meramu kata yang tak akan sampai padamu. Hanya mengenangmu. Cukupkah itu bagiku untuk meredam kerinduanku? TIDAK!
2.49 am. Melihat sekelilingku yang senyap. Berharap temukan sosokmu sekejab. Ingin sekali aku membelai wajahmu yang sedikit ditumbuhi bulu-bulu halus bekas cukuran. Aku tak pernah menyukainya memang, tapi yang jelas aku merindukannya. Aku merindukan sedikit kesakitan setiap kali kau menempelkan bibirmu pada bibirku. Pasti dagumu selalu tak sengaja menempel pada wajahku. Sakit, sedikit geli, tapi menyenangkan. Aku sampai senyum-senyum sendiri saat ini mengingatnya. Yang jelas, aku merindukan saat itu.
2.53 am. Mulai lelah. Haus dan lapar semakin melanda tubuh ringkihku yang sejak hari lalu tak dapat tertidur dengan nyenyak. Ah, ternyata malam ini pula menyiksa.
2.55 am. Sepertinya aku harus mengakhiri untuk membubuhkan kata-kata. Yah, tentu saja dengan harapan aku bisa bertemu kau di mimpiku yang kebanyakan hanya gelap. Semoga aku bisa memelukmu di sana. plis…datang ya..di mimpiku .. di sepertiga malam ini. aku tunggu.

story of us chapter 3


Tiba tiba kulihat tanda merah di ponselku
Tiba tiba perutku mulas
Tiba-tiba ada desiran ngilu sampai ulu hatiku
Ah, ada pesan darimu malam itu
Di tengah malam saat ku terjaga.
Masih saja aku menyimpanmu di hatiku, oh ternyata.

Apa tak cukup sampai saat itu saja ketika kita saling melambaikan tangan?
Apa tak cukup di sana ketika air mataku menitik ketika kau ucap tak ingin lagi bersama?
Apa tak cukup ketika aku berkata bahwa ku ikhlaskan maumu itu?
Bullshit. Siapa yang ikhlas? Terluka, iya!!
Penuh luka dan bilur di sana, di hatiku yang perlahan membengkak lagi setelah sekian lama
Tuhan… kenapa begitu lara kau ciptakannya?
Apa tak cukup hanya seperti tertampar barang sejenak?
Kenapa harus seperti terikat jeruji besi tajam? Menyakitkan sampai kini.

Lalu aku pun membalas pesanmu. Entah. Kau sedang memikirkan apa di sana.
Entah kau sedang berkabar apa di sana.
Kau kacau.
Kau rentan.
Aku hanya pilu, tak bisa berlaku.
Kau dan aku tak di tempat yang sama.
Aku tak bisa sekedar memelukmu, seperti inginku selalu.
Aku tak bisa memadamkan deritamu, kesalnya aku pada diriku.

Dan malam, malam bisu ini menjadi saksi
Aku begitu resah menanti setiap kata
Kata yang akan muncul dari pesanmu itu.
Meski aku tahu, tak mungkin kau masih sama seperti dulu
Mengucapkan setitik rindu untukku
Namun aku masih berharap kau katakan itu, yang hanya timbul dari hatimu.

Selamat malam, aku berharap kau akan baik-baik saja.
Aku berharap selalu bahagia yang kau rasa, di sana..

Thursday, 13 December 2012

POHON RINDANG



Begitu gembiranya. Empat tahun sudah aku berjuang dari semester satu sampai semester delapan. Tepat empat tahun sejak aku menjadi mahasiswa di salah satu Universitas Negeri di kota dingin ini. empat tahun aku menjalani kehidupan dengan tumpukan buku. Tumpukan materi tugas, tumpukan makalah yang akhirnya tumpukan kertas itu berakhir di tempat sampah setelah berhari-hari mengerjakannya dengan keluh kesah. Ah.. kuliah. berjuta rasa lelah. Namun, banyak juga cerita indah.
Apa? kau ingin tahu bagaimana lingkungan kampusku yang kuhinggapi selama empat tahun itu? ya ya ya. Akan kuberitahu agar kau tak terlalu susah membayangkan aku hidup di tempat seperti apa. aku yakin bahwa kau pasti bingung menempatkan sosokku menginjakkan kaki di mana saat aku menjadi anak kuliahan. Pasti. Kutebak kau akan membayangkan lingkungan yang kau pernah singgahi. Mungkin kau akan membayangkan bahwa akan ada banyak tepat duduk di bawah pohon-pohon rindang. Mungkin juga kau membayangkan sosokku dikelilingi oleh banyaknya mahasiswa yang membawa buku-buku besar di tangannya. Oke. Aku mulai tertawa. Bukan. Tempat itu, kampusku, memang cukup bagus jika kau sekilas melihatnya. Ah, tidak. Kau akan lebih berkesan saja ketika baru pertama kali melihatnya. Itu yang aku rasakan saja mungkin. Entah juga. Begini. Akan aku gambarkan saja. hmm.. bagaimana ya. Aku tak terlalu suka mendetailkan dan menjabarkan dan mendeskripsikan tempat. Aku lebih suka kau mengkhayalnya sendiri. bebas untukmu berkreasi. Tapi tidak. Aku tak akan membiarkan untuk sesukamu di sini. aku yang akan mengarahkan. apa? tak suka? suka-sukaku. ini ceritaku.
baiklah, jangan banyak protes.sekarang dengarkan baik-baik.
Kampus hijau. Kampus abu-abu. Kampus gersang. Alah, sebutan apa yang paling pas? Aku lebih suka memanggilnya kampus gersang. Kau tanya kenapa? karena hampir tidak ada pohon-pohon besar nan rindang di sana. hanya satu. Satu yang besar yang menghiasi taman di bagian depan. Letaknya bersebelahan dengan gerbang utama kampus di mana banyak orang berlalu lalang di sana. ya, benar saja. mau lewat di mana lagi mereka? memang ada lainnya, sih. Ada tiga pintu gerbang pastinya. Satu depan, satu belakang, dan satu yang kecil ada di samping. Mereka bisa melewati diantara ketiganya. Tapi pintu gerbang yang menjadi primadona adalah gerbang utamanya. Oke. Ini tentang pohon yang aku ceritakan. Nah, ini nih. Aku suka lepas kendali ketika sedang bercerita. Kalau ada yang lainnya lagi, pasti aku suka terjebak di dalamnya. Tapi tidak kali ini. semoga saja. hahahaha…
Pohon. Dari dulu aku selalu mengaitkan antara pohon dengan kampus. Ah. Itu karena aku terkena syndrom dari mindset adik kelasku semasa SMA. Dia pikir bahwa semua kampus pasti mempunyai pohon besar dan rimbun di sekitarnya. Nah loh. Dari sini nih aku terjebak dalam mindset kacau seperti ini. canggih betul dia sampai bisa merasuki pikiranku. Dan parahnya, terbawa sampai sekarang. lah? Jangan-jangan kau juga berpikir demikian? Baiklah. Kembali ke topik. Pohon. Di kampus itu memang ada beberapa pohon rindang. Namun sayang, kebanyakan yang mendominasi adala pohon palem yang seakan-akan tak ingin bertumbuh. Kau tahu, kan? pohon palem itu cirri khas dari daerah panas dan berpadang pasir. Itu dia yang menjadikanku berpikir bahwa kampus ini sangatlah gersang. Memang sangat gersang dan tandus. Dan juga panasnya menyengat. Gedung-gedungnya yang berwarna kelabu semakin menambah gersang pemandangan yang minim pohon rindang. Oh Tuhan.. di kampus itu aku selalu mendambakan pohon-pohon rindang. Aku selalu bermimpi bisa bersantai di bawahnya. Melepas penat sehabis mendapatkan kuliah panjang yang membosankan. Yah. Tak terwujud sama sekali. Mungkin bisa saja aku nongkrong duduk-duduk santai di bawah pohon rindang, satu-satunya pohon rindang di kampusku itu. namun, akan ada banyak sekali yang memergokiku di sana. aku tak suka ramai. Aku tak suka melihat banyak orang berlalu lalang. Apalagi setiap menitnya pasti ada saja yang akan melewati taman itu. yah, taman yang berdekatan dengan pintu gerbang. Sangat menyebalkan meskipun itu satu-satunya tempat yang terdapat pohon rindang.

untuk kau (story of us chapter 2)


 Aku masih ingat saat aku pertama melihatmu
Bukan cinta, tapi benci yang ada
Kau begitu angkuh di mataku
Aku begitu terganggu melihat lagakmu

Entah, aku dulu tak menyadari perasaan itu
Aku terlanjur tak peduli saja terhadap ulahmu
Hilang dimakan memori bersama kesibukanku
Hilang dihirup udara pekat di sekitarku

Sampai suatu ketika kau datang
Sampai saat kau hadir mengganggu hidupku
Mengusik kedamaianku mencintai kenanganku yang dulu
Memasuki celah yang kutambal dengan ketakpedulianku

Kau menghancurkan kesepianku
Kau memecahkan keheningan yang tercipta dari kesedihanku
Kau mencipta setitik hulu untukku berenang ke lautanmu yang biru
Kau robohkan kekeringan hatiku yang tak lagi tersirami rintik hujan cinta

Begitu indah, damai…
Kau membuatku tertawa, marah, rindu, bahagia, cinta
kau sadarkan aku dari mimpi burukku
kau temani kesendirianku, kerapuhanku,

kau menguatkan kelemahanku yang tak mencintai aku

tapi…
begitu anehnya rasa yang kau tawarkan
apa semuanya memang palsu dari awal aku mengenalmu?
Apa hidupmu penuh kepura-puraan dan kepalsuan hingga kau mencemarkannya pada hidupku?
Aku tulus mengijinkan kau memasuki ruang sempit dalam hatiku,
Namun kau berkata bahwa aku begitu mudahnya jatuh kepelukanmu, sama halnya kau mengatakan aku mudah jatuh pada kehangatan lain yang orang tawarkan padaku!
Kau salah! Apa kau tahu bahwa aku harus berperang dengan batinku sendiri?
Aku harus bersikukuh dengan aku yang lain untuk memasukkanmu dalam kehidupanku
Aku menang! Menang melawan aku yang lain. Dia mengijinkanmu mengisi kesakitan yang kuderita. Dia adalah aku yang lain. Tahukah kau??? Apa kau hanya tak mau tahu. Terserah.

Tapi…
Begitu anehnya rasa yang kau tawarkan
Kau tiba-tiba mengusirku dari kehidupanmu.
Kehidupanku yang kau masuki kini hancur lantak
Kau pergi meninggalkan onggokan harapan yang dengan susah payah kubangunkan untuk kita,
Itu pun dengan embel-embel permusuhan dengan aku yang lain yang tak menyukaimu hadir dalam kehidupanku. Tapi aku masih mempertahankanmu demi cintaku padamu. Kau tak percaya dan malah menganggapku berlebihan. Kau tak pernah paham! Terserah.

Tapi…
Rasa yang kau tawarkan begitu aneh
Kau terlihat begitu mencintaiku, tapi kudengar semuanya palsu!
Mana yang harus kupercaya?
Katamu kuhanya harus percaya Tuhan! Oke! Terserah!

Tapi…
Rasa yang kau tawarkan begitu aneh
Kau minta aku untuk pergi di saat aku begitu ingin memelukmu
Kau berkata kau hanya melukaiku dengan kehidupan yang kau jalani!
Oke! Terserah! Kau masih juga tak menjelaskan apa yang sebenarnya kau inginkan!
Aku hanya ingin kau utarakan!
Aku hanya ingin kau jujur…

Benar,.
Rasa yang tawarkan begitu aneh.
Kini kau menghilang. Kau memintaku untuk menghilang.
Di saat aku benar-benar membutuhkan pelukanmu.

Cukup. Aku terlalu menyalahkanmu,
Padahal aku tahu aku yang banyak salah terhadapmu.
Begitu banyak yang tak kulakukan untuk membuktikan kesungguhan hatiku
Hanya kata-kata yang kau bilang berlebihan yang selalu kutawarkan padamu
Maaf…aku tak bisa menjadi apa yang kau ingin. Aku telah mencobanya paling tidak.
Tak pernah aku senyaman itu berbicara, tak pernah sebahagia itu aku berada di samping seseorang. Dan itu pada kau! Kau yang akhirnya memilih pergi.
Terima kasih untuk semuanya… aku pernah merasa begitu bahagia bersamamu yang merelakan waktumu untuk menemani kesengsaraanku.

Untuk kau, Kau yang ternyata masih tersimpan dalam hati yang terbengkalai ini.


21 agsts

Wednesday, 12 December 2012

story of us chapter 1


Tiba-tiba begitu merindukannya
Seperti aku benar-benar dehidrasi
Aku membutuhkannya menghilangkan kekeringan rasa
Aku menginkannya mengubah tragedi
Membuatnya menjadi bahagia

Aku mencoba mengingat lagi
Sesaat sebelum kau mengayuh menjauh
Kau memelukku erat sampai aku tak bisa bernapas
Dan aku membiarkannya begitu saja.
Aku lebih memilih untuk mati dalam pelukanmu
Tak ingin kau lepaskan tanganmu yang melingkari tubuhku yang berderai duka

Dan kini aku termenung sendiri
Mencoba lagi mengenang apa yang kita dulu miliki
Mengenang kau yang mahir membuatku jatuh hati
Mengenang kau yang selalu ada saat ku rindui
Mengenang untuk kau rengkuh aku dalam dekapmu di sini

Tapi semua hanya kenangan
Kenangan yang kau bilang terlalu menyakitkan untuk diingat
Dan kurasa kau memang telah melupakannya
Melupakan aku dan semua yang pernah kita miliki bersama
Melupakan hangat tubuhku yang ada dalam pelukanmu
Melupakan debaran hatiku saat ada di dekatmu
Cukup.
Kau sekali lagi benar
Ini menyakitkan
Apa memang harus kulupakan saja semua tentang kita?
Atau haruskah aku menguburnya di dalam hatiku yang membeku?
Atau apa aku harus menghanyutkannya bersama air mataku yang kini mongering?

Kau dan aku. Cerita tentang kita.
Tak apa jika memang menyakitkan
Dan memang itu menyakitkan saat kusadari kau tak lagi di ada denganku
Tak apa untuk mengenangnya
Paling tidak bisa sedikit meredakan gelisahku
Gelisahku yang tak bisa mencintai orang lain selainmu.

Semoga bila ku menua aku bisa bangga membayang
Mengenangmu dalam memoriku yang memudar perlahan
Disaat aku menelusuri jejak kita lewat tulisan seorang amatiran

Sunday, 9 December 2012

Prakata untuk Cuaca yang Begitu Muramnya


Senja makin muram. Gerimis pun perlahan turun dari singgasananya. Udara begitu dingin dengan angin yang bertiup meremangkan tubuhku. Semakin gelap saja langit yang biasanya biru. Tak mungkin membiru tentu saja sewaktu matahari telah lelah menghibur bumi belahan sini, di mana aku bisa menatapnya pagi, siang, dan sore hari. Kini, matahari telah kembali ke belahan bumi lain. Mencoba menggembirakan kehampaan hati orang-orang yang berkeliaran di sana. lalu, nasibku di sini yang kini mereguk sepi tanpa sang matahari.
Sedari tadi aku menatap pada ponsel touchscreenku. Men-slide berulang-ulang tanpa ada tujuan pasti. Melihat pesan masuk tanpa membacanya secara rinci. Sebenarnya yang kuinginkan Cuma satu. Aku ingin sekali mengirim pesan pada seseorang. Seseorang yang kini tengah kupikirkan. Seseorang yang sedang kurindukan. Namun sayang. Aku terlalu takut melihat namanya dalam daftar kontakku. Aku takut tak bisa kukendalikan diriku untuk benar-benar mengirimkan kata rindu itu padanya. Tidak. Tidak untuk saat ini.
Beberapa menit berlalu. Dengan berat kugeletakkan begitu saja ponselku. Biar saja ia mati kedinginan. Biar saja eror sekalian. Matilah saja, berkata diriku pada ponsel tak berdosa itu. lalu aku mencoba memejamkan mata, sedikit demi sedikit mulai memadamkan mataku dari cahaya. Redup. Lalu aku jatuh tertidur dengan masih menyimpan sedikit beku di hati ini.


AKU BOSAN. AKU LELAH. AKU PENAT.


Matahari pudar sudah. Teriknya kini betebaran dimana-mana. Begitu menyengat hingga pori-poriku membesar begitu lebar. Kemudian berair. Meleler. Menetes. Begitu dahsyatnya cuaca di sini, pulau di mana aku sekarang mencoba mempertahankan hidupku. Ah, memperbaiki hidupku. Apa? perbaikan? Atau perburukan? Mana yang benar? Entahlah. yang pasti di sini aku tidak ingin menjadi aku yang dulu. aku ingin menjadi orang lain di sini. Aku bosan menjadi diriku. Aku lelah mengikuti apa yang orang mau dariku. Aku penat dengan hidupku yang lalu. Aku hanya ingin berlari, berlari meninggalkan diriku. Sebentar saja. tak akan lama. Aku berharap bisa kembali menjadi aku yang ku sukai dulu. dan aku ingin membawa serta diriku yang kusukai kini. Entah. Entah. Entah. Aku siapa pun aku tak tahu. Yang mana aku. Aku benar-benar tak tahu.

Thursday, 4 October 2012

rahasia sang sunyi


Malam-malamku masih sama. Sendiri tanpa belaian. Meski aku tak sesering dulu untuk merindumu tiap sunyi menggeliat di sumsum tulangku. Malam masih sama. Gelap, pekat. Kini aku hampir tak bisa merasakan lembut tanganmu menjelajahi lekuk tubuh telanjangku. Aku tak bisa lagi merasakan bilurku melebur ketika kuingat sentuhmu, menyembuhkannya seketika. Tak bisa lagi kurengkuh sedikit rasa yang tersisa hanya dalam ingatanku yang sedikit pudar.
Bukan berarti kenanganmu pudar saat ini. aku masih sedikit haus akan cumbumu. Aku masih ingin mereguk manis bibirmu. Hanya saja aku sudah tak bisa merasakannya seperti dulu. aku tak bisa merasakannya dalam hayalanku.
Kadang aku berharap untuk bertemumu dalam mimpiku. Kau kembali memelukku terbata, ah memang kau bukan pemeluk yang fanatik, sepertiku. Aku suka memeluk. Aku sangat fanatik terhadap aliran pemelukan itu. kupuja puji. Aku begitu menyukai pelukan, terlebih memelukmu. Itu dulu.  kini aku tak berharap aku masih memiliki gairah itu untukmu. Kau menyuruhku melepaskan pelukanku. Kuturutilah. Demimu. Mungkin kau merasa sesak napas atau apalah. Atau jangan-jangan pelukanku menyiksa? Apa aku membuatmu terluka karena kulingkarkan tanganku pada tubuhmu? Mungkin saja.
Saat rembulan setengah sadar, aku memburu ingatanku akanmu. Sungguh. Memoriku masih sebaik dulu. aku masih menyimpan semua dalam otakku yang semrawut. Kusut. Sayang, sudah kubilang. Meski aku mengingatnya, aku tak bisa lagi merasakannya ada ketika kumembayangkannya, menciptakan memori itu dalam bayangku. Aku hanya melihat tanpa tersentuh. Aku hanya memandang tanpa terpaku ke dalamnya. Rasaku mati meski masih jelas sekali aku tetap merindumu untuk membungkusku dalam hidupmu.
Sudah. Sudah cukup larut. Mari hentikan saja bualan ini. apa?? aku tak membual. Ini apa yang kupikir dan rasakan. Cukuplah menuangkannya saja tanpa perlu kau baca. Semoga bisa meredakan rinduku yang berkecamuk akan rasa yang pernah ada.

Saturday, 29 September 2012

What should i say???

aku menulis lagi...bersama dengan sepi.
aku kembali lagi, mengiris dikit demi sedikit sisa borok yg masih tersisa di hati
aku di sini lagi, mengeruk gersang yang mengabarkan kematian
yah...sunyi...kembali sunyi mencomotku ke dalam pangkuan

sabar nak, kata Tuhan. sabar yang bagaimana lagi, Tuhan? kataku padaNya.
ya sabar. carilah maknanya sendiri. nanti kau akan pasti mengerti. titik.
kini Dia pergi dengan titik-titik yang menenggelamkan aku.
bersama berjuta tanda tanya aku mengumpat.
di suruhNya sabar! tapi tak menceritakan aku perihal sang sabar itu bagaimana wujudnya.
ya sudah. aku akan berkelana mencarinya, sang sabar....

hariku terlampaui dengan memikirkan si sabar yang tak kunjung menjelma. kini sepiku perlahan pudar terganti pencarianku akan sang sabar yang diperintahkan Tuhan.

berhari-hari, aku mulai lelah. berminggu-minggu aku mulai patah. arrrghhhhhhh....muntab. aku marah tak segera menemui si sabar. keyakinanku goyah akan perkataan Tuhan. bagaimana ini? aku tak mau tak percaya lagi pada Dia. tapi aku kecewa. sungguh Ia tak berjiwa, kutukku padaNya.

kini beralih pada sepi dan sunyi lagi. arrrrrrrrrrrrgggghhhhhhhhhhhhhhh....aku sakit. perih melanda. tak ada yang bisa kusapa, tak juga Tuhan yang telah kukutuki. aku benar kecewa padaNya. ku mendiamkanNya.

lalu? bagaimana ini selanjutnya??? tak ada yang tahu. tak juga aku. antara sabar dan sunyi. mana yang kan kusanjungi?????


Tuesday, 18 September 2012

mengutuklah di sini!!!!


Kadang ia mengutuk, kadang ia meletup, kadang ia bergemuruh, kadang ia meradang, kadang pula ia tertahan. Amarah. Yah. Amarah. Bagaimana amarah bisa sebegitu gilanya menguasai dirimu? Pasti jarang diantaramu yang bisa mengendalikannya. Lalu?? Bagaimana jika kau tengah terayu oleh jerat amarah yang memerah darah dalam dadamu?? Menggemuruh. Mengoyak pertahanan kendali pedati pada hatimu. Yah, ia AMARAH. Yang memang begitu, semerah darah. Begitu menggelora dan membakar bak api neraka (meski kau belum merasakan seberapa dahsyat panas baranya). Tapi memang begitu. Kau dengan mudahnya terpancing untuk membanting segala. Kau begitu gampangnya tergoda untuk mengutuk menuduh. Kau begitu tertariknya untuk menjerit sesukamu. Meski memang kau tahu, itu akan sedikit melepaskan jeratan amarah itu.
Namun, sadarkah kau tak semua orang tahu bahwa kau hanya tak bisa mengendalikan jiwamu saat itu? tahukah kau tak semua orang paham bahwa emosi memberakutmu hanya sementara? Mengertikah kau bahwa tak semua makhluk sepertimu menerima sikapmu yang tengah terbelenggu amarah itu??? yang mereka tahu mungkin hanya kesakitan pula pada hati mereka karena kau kutuki. Yang mereka bisa hanya tergoda oleh amarah yang akan menggerogoti kesadaran mereka juga karena sikapmu? Tak ada bagusnya memang jika kau terjerat oleh sang amarah. Ia hanya sekelumit ego yang akan membakarmu sendiri nantinya.
Lalu?? Bagaimana caranya agar kau tak tergoda bujuk rayu amarah? Entah. Mungkin kau harus punya jampinya sendiri yang kau percayai. Mungkin dengan menyebut tuhanmu. Mungkin juga dengan kau ikat amarah itu pada gudang yang kosong di luar hatimu. Ah, ikatkan saja amarah itu pada otakmu. Suruh otakmu berkata padanya, sang amarah itu, agar ia tak ingin lagi menguasaimu. Bilang pada otakmu agar berpidato padanya tentang hidup mandiri tanpa bergelayut pada egomu lagi. Kau tahu?? Mungkin saja otakmu akan lebih bijaksana dari hatimu. Tapi tetap kau harus pahami. Tak ada yang bisa sempurna jika hidup sendiri. sinkronkan otakmu pula pada hatimu. Jangan biarkan otakmu itu menguasai sendiri egomu.
Ah, apa yang kubicarakan ini!!! sudah. Aku tadi hanya ingin menghilangkan emosi yang menggerogoti diriku. Olaaaaaa……….mungkin kau bisa menuliskannya saja perasaanmu yang tercengkeram oleh emosi!! Mengutuklah di sini!!!!! Menjeritlah di sini!!! 

Saturday, 15 September 2012

sedikit kata


Sedikit malam kuhabiskan untuk kebodohanku yang dulu. Tak lagi ingin terjebak dalam raunganmu yang meraung tanpa wujud. Kudepak sudah sekelumit bayangan tentang indahmu. Meski kadang kau seperti komedo yang akan kembali mewujud. Seperti menodai kulit mulus pada hidungku yang untungnya tak melebar membesar. Tapi kau lain, mewujud pada hatiku yang terkoyak membengkak. Mewujud pada otakku yang terberai merambat. Menjengkelkan. Kadang. Jika kau tengah mewujudkan pada malam yang petang. Pada sepi yang meradang. Haus dan dahaga melanda…kini. Saat kumerangkai indah kata. Indahkah???
Suatu malam aku bermimpi tentangmu. Dalam nestapaku kau mencumbu. Begitu terhanyut kala itu. kutersihir beku. seperti biasa dongeng hanyalah semu, seperti halnya mimpiku. Menguap begitu tentu.
Lagi…apa ini yang kulontarkan!!! Masihkah ku merindukan senyumanmu wahai sang pengelana?? Kau pergi seperti maumu. Mengelanakan diri bersama desir angin yang merayumu. Sudah.. kau memang selayaknya mengebiri hayalanku yang tak akan pernah terlahir ke dunia.
Lantas??? Kau pikir suntikanmu pada otakku nekerja. Kau bilang padaku untuk merasakan cinta. Kau hujat aku dalam kebisuanku. Lalu lantas kau berhak lari begitu saja, hai kau pengelana. Alah. Kau memang benar. Aku harus menyayat mulutku dan merogoh suaraku yang terkubur dalam. Ku bisa gila memang jika kuhanya berdiam. Namun suara itu tak akan pernah bisa kau dengar. Tak mungkin bisa. karena suaraku ini tak berbentuk mp3 yang akan terdengar di siaran radio swasta, milik Negara, milik lembaga, apalagi di radio rusak. Tak akan!! Aku meramu suaraku ini di sini…kau akan tau sendiri!!! nanti…dalam suaraku yang lain lagi. (sedikit teringatkan prinsipku ini sebelumnya oleh salah satu blogger yang merupakan temanku juga, salam, sapiteng!!!hahah)

Friday, 14 September 2012

terserah, baca atau tidak! terserah!!!

sejenak aku menghela napas hanya untuk kembali menyusun huruf2 melalui keyboard yang tlah lama tak terjamah olehku. ah, terlalu berlebihan jika aku bilang keyboard ini tlak tersentuh jemariku. mungkin kejujuran yang sebenarnya adalah, halaman kosong ini yang telah lama kutinggalkan meratapi kekosongannya. hhhhh.....aku menghela napas lagi. berpikir kata apa yang akan kususun menjadi kalimat yang mungkin akan dimengerti..sebentar. ada pesan masuk di ponselku...sekarang ijinkan aku memakan butiran kacang telorku yang memanggil2 untuk kukunyah...sudah, aku mengunyahnya sambil menjajarkan huruf2 menjadi kata, kata menjadi kalimat, kalimat yang menjadikannya suatu bentuk pola pikirku yang kini tengah kau baca. yah, sedikit pola pikirku...tak semua tentunya. seneng amat nanti kalau kamu tau siapa sebenarnya aku ini. jual mahal dikit tak apa, kan??? nanti lah... biar kususun satu persatu tulisanku yang nantinya bisa membuatmu membaca siapa aku dan siapa sebenarnya yang menjelmakan diri dari otakku.
alah...paling sekarang kau sudah jenuh kan membaca tulisanku. jujur saja kalau kau ingin sekali menutup halaman ini lalu tak akan mampir lagi untuk menengok pada tulisanku yang lain. memang. aku tak semenarik itu untuk diketahui. aku tak seindah itu untuk dirabai. terserah. toh ini tulisanku sendiri. tak ada urusannya denganmu yang tak mau menjelajahi barisan tanpa urgensi ini. sekali lagi...terserah. tak apa kalau kau ingin meng-klik tombol X dan minggat dari sini. itu toh hak kau sendiri. dan aku ucapkan selamat tinggal tanpa sampai jumpa.
lagi. aku bingung harus memulainya dari mana. goblok. dari tadi kan aku sudah mulai. benar2 goblok. kalau aku bisa mendengar otakmu, itu pun kalau kau masih tetap setia merabai tulisanku ini, pasti  sekarang aku mendengar kau membenarkan tentang kegoblokanku. lah, memang!!! kurang goblok apa aku yang bisanya cuma menuduh tentang hal yang tak kuketahui kebenaran yang sesungguhnya ini. what the fuck. itu sih katanya orang bule di film2 yang aku pernah tonton. meaningnya??? sama saja ketika kau mendengar ASU atau Jancuk, atau yang lainnya. eh, kurang adil kalau aku menulis Jancuk seperti ini, harusnya JANCUK, biar mantap. biar ada efek dramatisnya...ngaruh???? terserah ngaruh apa tak!
sebentar. sebenarnya dari tadi aku tak tahu mau menulis tentang apa. aku hanya merindukan untuk membelai tombol keyboardku satu persatu, meskipun banyak yang masih belum terkena sentuhan jemariku.. maaf untuk Q, Z, V, dan yang lainnya yang tak bisa kusebutkan satu persatu. nanti lah aku pikirkan kata2 untuk memasukkanmu ke dalam tulisan goblokku ini. sudah dulu. mau mencari inspirasi dulu. wassalam pembaca kegoblokanku yang setia.

Sunday, 12 August 2012

tentang dosa


Aku pernah berdebat tentang keyakinan. Melelahkan. Sangat melelahkan untuk mengutarakan apa yang menjadi keyakinan kita kepada orang yang justru tak ingin meyakininya, membantahnya.
Bukan aku bermaksud mengutukimu yang tak berkeyakinan sama denganku. Bukan. Bukan bermaksud aku mencemooh keyakinanmu itu yang terlalu menantang buatku. Kala itu. tak ada niat sama sekali menyebutmu tak bertuhan, hanya kesimpulanmu saja yang keliru. Atau kau tak pernah memahamiku?
Benar bahwa ku melaknat apapun yang dijalani olehmu. Sangat berbeda dengan kehidupanku sebelum memasuki kehidupanmu. Aku yang kolot. Aku yang bebal. Aku yang bodoh. Kukatakan padamu tentang dosa, padahal tak kutahui apa itu dosa. Kukatakan padamu kutakut akan api neraka, padahal apakah neraka itu ada aku pun tak benar tahu. Keyakinanku saja. tak berbukti di depan mata.
Wanita. Lemah katanya. Memang benar. Mudah terombang-ambing atas keyakinan yang ia bawa sendiri. dengan mudahnya ia akan meluluh-lantak keyakinannya atas nama cinta. Pikirannya tersodomi oleh butanya ia terhadap cinta. Padahal ia tak tahu apa sebenarnya cinta itu. pikirku saat itu.
Aku tak mau melawan keyakinanku, yang membuat kita berdebat. Kau pun tak mau tahu apa inginku, hanya nafsu. Aku membencinya.
Saat itu aku memang takut akan dosa. Saat itu aku memang takut terbakar api neraka. Tapi dengan itu aku sadar bahwa tak selamanya aku harus takut dengan momok seperti itu yang membelenggu. Momok yang tak terbaca oleh mata kepala.
kini.... Bukannya aku murtad dan memilih untuk tak percaya, tak yakin, tak mengimani lagi apa yang saat itu ingin kubawa sampai mati. Aku hanya akan menjadi aku yang berpikir, bukan tersodomi. Aku ingin berdiri pada kemampuan otakku yang masih dapat mencerna realitas. Aku ingin kokoh melawan kelemahanku yang terlalu sering diperkosa oleh keyakinan leluhur. Bukannya aku bebal dan tak mau lagi belajar dan meyakini, aku sudah bilang dari tadi. Bukan itu. yang kuingini hanya ingin memikir lagi. Aku tak mau ditelanjangi jika kau tak telanjang pula.
Yang ada di otakku saat ini tentang adu mulutku kala itu telah sedikit membantuku untuk berdiri sendiri tanpamu. Ya. Kau memilih meninggalkanku yang kau pikir kolot dan berbeda denganmu yang mencintai kebebasanmu. Kau tau? Aku iri padamu tentang hal itu. terkadang aku harus berjuang sendiri melawan egoku, melawan nafsuku. Demi apa? demi ketakutanku pada neraka. Demi kengerianku pada siksanya.
Maaf, aku memang tak bisa membebaskan jeruji yang merekat erat saat itu (ingat!! saat itu!!). aku justru menyakitimu. Kau pasti merasakannya. Dikecewakan olehku yang kolot. Maaf, tak ada maksud seperti itu, sayangku.
Ah, aku harus memberitahumu apa yang ada dalam pikirku saat ini tentang perdebatan kita itu. saat ini aku menyadari bahwa aku memilih jalan yang tepat untuk tak terbuai oleh nafsuku saat itu. kau tahu kenapa? aku hanya ingini kebebasan, sepertimu. Aku sadar bahwa tak selamanya kau akan selalu temaniku. Aku sadar bahwa suatu saat kau akan terbang dari duniaku juga meski kita pernah menyatukan keringat kita di tengah malam yang syahdu. Aku berterima kasih kau tak melukaiku lebih jauh. Aku berterima kasih pula padaku yang kolot saat itu. apa jadinya jika aku mengagungkan nafsuku? Aku akan terjerat semakin jauh pada keyakinan kolotku. Aku akan diihantui oleh neraka yang merusak mimpiku, aku akan memohon dan menyembahmu untuk mengawiniku di depan bapakku. Mungkin saja seperti itu.
Aku tak merasa benar-benar salah telah melukaimu dengan keyakinan tololku saat itu. kenapa? karena kita ditakdirkan sama. Kau ingin bebas, aku pun ingin bebas…
entah.. aku belum menemukan lagi keyakinan lainnya yang lebih menyamankan aku selain ini.
padamu yang mungkin saja tersakiti oleh ini, aku tahu kau pasti punya otak untuk menafsirkan ini. dan itu tak lain adalah untukmu dan aku. untuk kebaikan kita berdua, semoga.

Saturday, 11 August 2012

pikirku tentang hidup


Hidup.
Aku sampai sekarang masih saja heran mengapa ada kehidupan. Mengapa aku diciptakan. Mengapa aku mengenal mereka yang kukenal. Mengapa aku hidup. Mengapa aku dihidupkan.
Hidup.
Banyak peristiwa dalam hidup yang harus dijalani dan dihadapi.
Hidup.
Banyak rasa dan emosi yang harus dirasakan. Sedih, senang, suka, pedih, gembira, marah, jengkel, bosan, dendam, ikhlas.
Hidup.
Belajar untuk menerima dan memberi
Hidup.
Belajar untuk berada di tengah-tengah manusia lainnya. Berinteraksi, bergaul, berkomunikasi, bercengkrama, saling bertutur sapa.
Hidup.
Belajar berusaha jadi manusia sebaik-baiknya.
Hidup.
Menyaksikan beragam kejadian yang kita alami sendiri maupun yang dialami orang lain. Dari sana kita bisa belajar untuk mempertahankan hidup yang tengah kita jalani sekarang.
Hidup.
Selalu belajar dari kesalahan untuk membuat sebuah kebenaran yang akan kembali disalahkan untuk menemukan kebenaran mutlak yang sesuangguhnya manusia tak punyai.
Hidup.
Mengenal adanya sang pencipta karena kita tak akan bisa lahir begitu saja. realistis saja karena kita pun tak akan bisa menjelaskan hal sekecil siapa yang ada pertama kali, ayam atau telur??
Hidup.
Kadang ada saatnya kita menyalahkan apa yang kita sebut sang pencipta tentang perihal kita dilahirkan. Ketika itu pasti kita tengah dalam keadaan putus asa.

Hidup.
Suatu ketika kita tak akan ingat bahwa kita pernah menyalahkan sang pencipta, justru menyanjung mengagungkannya ketika bahagia yang luar biasa mendatangi hidup kita.
Hidup.
Banyak pertanyaan yang belum terjawab dalam hidup kita.
Hidup.
Banyak hal yang akan kita sesali. Banyak hal yang akan kita lupakan.
Hidup.
Sebuah pilihan dimana yang kuat akan bertahan. Bukan otot yang di sini kita bicarakan. Kekuatan untuk bertahan menjalani lika-liku kehidupan.
Hidup.
Kadang kita di atas. Kadang kita jauh terperosok ke jurang.
Hidup.
Merasakan sehat yang tak pernah kita syukuri keberadaannya sebelum kita merasakan sakit.
Hidup.
Makanan adalah yang mendominasi kehidupan kita. Tak perlu disangkal bahwa hidup kita sebagian besar tertuju pada hal yang berbau makanan. Pagi, siang, sore. Manusia bekerja untuk bisa menyuap mulut mereka dengan makanan.
Salah satu yang dapat manusia lakukan untuk mempertahankan hidup.
Hidup.
Mengapa harus dipertahankan?
Mengapa kita tidak bersikap tak peduli saja. bukannya sang pencipta yang harusnya bertanggung jawab atas penghidupannya terhadap kita, manusia? Kenapa kita yang harus berkorban atas tindakan yang dilakukan sang pencipta dalam hal menghidupkan kita di sini, di dunia yang sekarang kita kenal.
Hidup.
Pernah terpikir bahwa ini hanya sebuah permainan??? Permainan yang diciptakan dan dinikmati oleh sang pencipta.

Hidup.
Masih bertanya, mengapa kita dihidupkan?? Apa alasan sang pencipta menghidupkan kita?
Bosankah Ia atas kehidupan surga yang monoton?
Hidup.
Masih juga bertanya, apa yang akan kita alami besok, hari setelah besok, dan hari-hari yang akan datang?
Hidup.
Sering bertanya-tanya, kenapa harus ada hidup kalau tujuannya hanya akan dimatikan lagi?
Hidup.
Identik dengan kata mati. Ada hidup dan pula mati. Akan kemanakah kita setelah tak bernyawa lagi?
Pernah aku dijelaskan bahwa aka nada kehidupan barzah, kehidupan alam kubur. Kehidupan macam apa itu? apa nanti kita akan hidup lagi di sana dan menjalani kehidupan yang baru dengan kejadian dan peristiwa yang baru?
Hidup.
Pasrah pada akhirnya. Bukan pasrah tanpa usaha pastinya. Pasrah sang pencipta ingin kita seperti apa. yang bisa dilakukan tentu saja tetap berusaha untuk mendapatkan yang terbaik. Untuk kebahagiaan yang kita semua elukan.

dalam diam kuberontak


Aku seorang wanita yang tengah berusia cukup untuk menjalin hubungan serius dengan seorang pria yang kuanggap pantas memilikiku dan yang menganggapku pantas memilikinya. Itulah yang terbenam dalam otak manusia yang hidup di sekitarku. Bukan termasuk aku yang memiliki pikiran yang menurutku kolot itu. mindset yang diinseminasi oleh nenek moyang tak kukenal. Tak berlaku untukku.
Kenyataan yang harus kuhirup adalah aku merasa takut untuk berkomitmen. yang kurasai adalah, aku begitu takut terhadap apa yang dinamai pernikahan. ngeri sekali aku dibuatnya. Salah satu alasan mengapa begitu kutinggikan kengerianku adalah aku tak mau hidup di bawah ketiak sang pria. aku tak mau terkekang kebebasanku olehnya yang mengagungkan sakralnya pernikahan. Tak mau. Tak sudi. Tak sudi aku dijadikan budak pria itu. apalagi jika pernikahan itu sudah dibumbui dan mengatasnamakan tuhan. Mual rasanya.
Aku wanita yang mencintai kebebasanku. Tak bisakah aku hanya kawin saja dan nantinya masuk surga dan kawin lagi tentunya. Yah, mereka bilang kawin tanpa pernikahan itu sundal! Lalu apa aku harus menikah dulu untuk bisa merasakan kawin?
Ah…Kawin kawin kawin. Itukah yang ada di otak semua orang? Apakah itu tujuan kita diciptakan? Untuk kawin. Untuk menyusu. Kumenyusu penismu, kau menyusu payudaraku. Itu saja kan yang nantinya ada dalam pernikahan. Saling menyusu. Saling menikmati tubuh masing-masing.
Kenapa harus ada pernikahan? Jujurlah wahai kau pria! Kau pun tak mau kan terjerat di dunia seperti itu. pasti jika ada pilihan, kau pasti memilih tak ada yang namanya pernikahan! Jujurlah, pria! Kau pasti terbebani untuk menghidupi hidup kami, menghidupi wanitamu yang kau berhasrat ingin menyusu padanya. Menenggelamkan kemaluanmu pada rahimnya. Menghangatkan batu ajianmu pada gua garbanya yang basah menggiurkan. Berkatalah. Jika ada pilihan, pasti kau memilih untuk kawin saja. berkatalah sejujurnya, wahai kau pria. Aku tak akan menyalahkanmu untuk itu. aku pun menginginkannya. Hanya kawin! Kawin saja! kawin dengan orang yang kusuka tanpa terbebani dan membebani.
Aku sering bertanya. Kenapa untuk kain saja harus  dengan pelegalan jika yang bersangkutan di sini hanya aku, sang wanita dan kau, sang pria. Apa hubungannya dengan pemerintah? Apa hubungannya dengan  agama? seperti mereka akan mengangkat keterpurukanku saja. tak ada hubungannya. Toh jika aku mendapatkan kehinaan oleh adanya pernikahan yang terpaksa, mereka justru semakin menuduhku yang tak becus. Bullshit apa itu pernikahan. Tak ada hubungannya dengan mereka, apa lagi dengan masyarakat kolot yang hanya bercocot. Otak tak pernah diasah, hanya mengikuti tanpa mengerti, ah, seperti kumengerti saja apa yang benar. Tentu aku punya kebenaran sesuai takaranku. Dan kebenaran itu adalah, aku takut adanya pernikahan yang akan membelenggu dan memasungku ke dalam keterpurukan tanpa kebebasan.

Mari bersulang bersama


Untuk sang pecinta senja,
Mari bersulang bersama

Sekejab. Singkat. Namun pekat. Buih-buih masih tercecap dalam rasa. Begitulah kita bertemu. Sempat ku merasa tak ada kecocokan diantara kita. Dulu, sebelum tahu sedikit tentangmu. Hidup kita mungkin berbeda, pikirku saat sebelum berceloteh pilu sendu dan haru denganmu.
Kita sang pesakitan. Persamaan itu yang kudapat dan melekat erat. Pesakitan yang tersiksa karena dustanya cinta yang menipu kita, terbuai karenanya. Cinta atau kebutuhan sebenarnya pun aku tak tahu pasti. Yang pasti kita hidup sebagai pesakitan.
Derita kadang hinggap di sela tidur nyenyak kita. Begitu mengganggu. Begitu menyesakkan. Siapa yang mau hidup sebagai pesakitan?? Kau mau wahai sang pecinta senja? Pasti jawabanmu sama denganku. Tak mau. Namun apa kau tahu? Terkadang bilur ini membahagiakan urat-urat kecewaku. Aku mengalihkan luka itu kepada hal yang membuatku merasa gila. Aku pernah bercerita pada teman sebelah hunian tak nyamanmu itu. salah satu teman berbagi ceritaku, bukan, teman yang kubagikan sedikit dukaku. Aku melantunkan sajak-sajak biru lantaran kesah memberakutku, sakit. Tak ayal aku merengut saja seharian. Ah, terlalu banyak jika kubilang seharian. Hanya beberapa jam saja. lalu setelahnya aku malah tertawa padanya yang tengah sibuk melakukan entah apa. dia terlihat heran sepertinya. Kubiarkan saja. aku lalu bilang bahwa aku merasakan hal yang aneh. Aku tak merasa sedih tentang apa yang menimpa padaku, sesuatu tentangnya yang menyakitkan jiwaku. Aku bahkan heran pada diriku sendiri. aku berkata padanya bahwa aku menyukai peristiwa pilu yang meleburkan senyumku hari itu. aku menikmati kesakitan itu, wahai sang pecinta senja. Kuberkata lagi padanya, “begitu menginspirasi! Hidup yang kujalani begitu bergelora! Aku menyukai sakit ini!”
Apakah aku gila? Apakah aku terlalu sakit sehingga tak kurasakan sakit itu lagi? Apa aku hanya mencari-cari sesuatu untuk membuatku nyaman hidup dalam zona kacau seperti itu? ah, kau belum tahu, sang pecinta senja. Aral itu tentang aku yang terfitnah palsu. Aral itu menyebutkan dia yang kucinta tak pernah sedikit pun mencintaiku. Kudengar itu dari mulut sampah. Entah itu benar atau palsu. Aku sama sekali tak ingin menyiksa diri dengan menyuntikkan derita itu pada nadiku. Terlalu perih.
Sudah kukatakan padamu sedari tadi. Aku seperti penggila sang brutal. Aku mencintai liku. Aku mengagumi kelu. Membuatku merasa hidup.
Tapi, tak kan kusangkal. Aku merinduinya yang mencumbuku. Aku ingin meringkuk lagi dalam hangatnya seperti fajar itu.
Arrrghhh..lelah aku! Dia pun tak memikir tentang adanya aku. Sudah saatnya kuberburu tubuh yang mendambaku. Ingin terbebas dari segala angan palsu.
Tidak. Akan kunikmati saja diriku sebagai sang pesakitan. Apa kau masih sang pesakitan juga, sang pecinta senja? Mari kita bersulang saja. meleburkan rasa sebentar saja. mungkin memang jalan kita, terpupuki aral berliku untuk membuat kita menertawai kesakitan kita dalam sebait cerita.
Semoga suatu detik setelahnya kita akan menemukan cerita bahagia yang mewarnai lebih berwarna dari pada hitam yang selalu kita konsumsi untuk mempertahankan hidup kita yang seyogyanya ingin terbang bebas.

Terimakasih, sang pecinta senja. kau membuatku bergairah untuk meracik lagi kebebasanku yang sempat terkebiri.

Tuesday, 7 August 2012

Hidupmu Hidupku


Hidupmu adalah hidupmu. Hidupku adalah hidupku.
Aku menjalani hidupku dengan caraku, begitu juga kamu.
Aku tak akan menentang apapun yang kau ingini, jangan kau kecam apa yang kujalani.
Agamamu agamamu, agamaku agamaku. Aku memilih agama kalbu. Aku memuja agamaku. Dimana kesewenangan terpadamkan. Dimana kemurkaan diharamkan. Aku mengagumi agama yang kuikatkan dalam hatiku. Agama yang memilih untuk bersatu. Bukan agama yang bersikukuh dalam kesepahaman kolot tanpa tahu. Aku mencintai agamaku yang tak menggurui tapi saling mengerti. Aku mencintai agamaku yang memilih untuk berangkulan tnpa penelikungan. Aku memuji agamaku, agama sang pecinta tanpa melaknat sang pembenci.

Sunday, 5 August 2012

biarkan saja mati


Pagi menyapaku di sini tanpa sentuhmu lagi. Berkali ku panjatkan harap meminta sedikit memori untuk mengikiskan diri. Sungguh aku telah berjuang untuk mematikan emosi dalam hati. Sungguh ku telah berperang mencokel sedikit nafsuku sendiri.
Mengenalmu memberikan sebuah warna pelangi dalam hidupku. Itu dulu. kini pelangi itu menjelmakan dirinya menjadi satu warna yang buram. Tak terlihat lagi. 
Sayang, meski tak nampak dalam mata, aku masih bisa merasakan sedikit gigitanmu pada bibirku yang bergetar kala itu. manis kurasa mengecap manismu. aku masih bisa membaui wangi shampo yang melumuri rambutmu, aku masih bisa merasakan hangat tubuh yang menghangatkan tubuh telanjangku yang kedinginan hampir mati, aku masih mencerna semua peluh hasratmu yang membara, aku masih bisa menjilat tiap ego yang mencakari kesaklekan pikirku tentang apa yang harusnya kita jalani, aku masih bisa mencumbu air mata dalam hatimu yang rapuh tanpa kau sadari, aku masih merasakan bahagiamu dalam detail rajutan ceritamu yang kau bagikan padaku. benar. Pelangi itu masih kusimpan disini.
memang. Ada suatu masa aku terlupa sosokmu menghantui. Namun kusadari lagi, itu hanya detik-detik yang akan tersia. Kembali, aku mengingatmu di sini.
Aku tak menyayangkan kematian rasa yang menghinggapimu,  rasa yang dulu kau punyai yang kurasa telah mencabut akar kuntum hati yang bersemadi di dalam rongga dadaku ini. Belum jua kau kembalikannya pada tanah yang kini telah mongering di sana, tanpa buih-buih menyegarkan jiwa. Aku benar-benar terbunuh olehmu yang mengambilnya, sekuntum hati yang kini kau letakkan dalam peti mati. Kenapa tak kau kembalikan saja padaku???? Biar aku bisa menanam dan merawatnya sendiri..
Entahlah. kini aku hanya bertahan dengan kemarau yang mengakar dan menjalari sistem tubuhku. Apa yang selanjutnya akan terjadi masih kutanyakan dalam kekosongan hati. Tak ada rasa ingin memiliki rasa itu lagi. Biarkan saja mati. Biarkan saja jika memang kau menguburnya dalam peti matimu yang tak pernah sekalipun kau ciumi lagi. terbuang dalam jurang  yang kau hadiahkan padaku kini.

Thursday, 2 August 2012

cerita lama (13maret2011)


Malam  mendung meratapi kepiluan terperih yang melanda sang awan. Tersakiti oleh jutaan liter percikan air yang siap mengguyur sang bumi. Di sini aku masih berkelana dalam pikirku sendiri. Aku pun juga meratapi keperihan yang menyiksa batin. Bagaimana bisa seorang gadis yang beranjak dewasa sepertiku tak bisa lagi mencintai? Apakah aku sudah kehilangan akal sehatku? Beberapa lelaki terlihat rela menyerahkan hatinya untukku, tapi sayangnya tak ingin kuberi sedikit onggokan hatiku yang kelabu. Banyak juga yang rela tersakiti hatinya sendiri tatkala aku tengah memurkai jagat raya. Sepertinya aku harus berdoa pada Tuhan yang maha kuasa untuk meleburkan hatiku yang beku.
Malam ini aku ingin berkhayal tentang sesuatu yang membuat perasaanku sedikit merekah.
Dalam hayal kulihat ia akhirnya datang membawa sejuta senyuman. Kugambarkan imagi untukku diami. Di sana aku berada di sebuah tempat yang teduh. Di bawah sebuah pohon rindang. Entahlah, aku tak terlalu tertarik pada nama sebuah pohon. Pikiranku masih terfokus pada pria tinggi yang beberapa langkah lagi sampai di hadapanku. Kutatap lekat wajah yang sudah lama tak kupandang, tak kusentuh, tak kubelai itu. Betapa aku hanya terbuai nyanyian merdu hatiku sendiri. Sebuah lagu sendu. Sebait yang bisa tertulis dan tetap melekat,
Kau tatap mataku bagai busur panah, yang kau lepaskan di relung hatiku….
Lalu sekejab saja seorang gadis berambut panjang menerpakan angin topan ke hulu jantungku. Tiba-tiba saja berlari kecil meraih tangannya. Meraih tangan pria yang sedari tadi menggelayut dalam pelupuk mataku. Menerobos terus ke jantungku. Kini yang tersisa hanya senyum palsuku. Hatiku meratap….
Mengertilah, aku resah, mungkinkah aku cemburu…..
Aku cemburu melihat kamu disampingnya….
Ku cemburu…..bila kau dengannya…
Entah, berapa banyak lagi lagu cemburu yang kini tenggelam bersama jiwaku.
“Hai, Ra. Apa kabar?” aku masih terdiam tak membalas sedikitpun dengan suaraku. Masih bersama kekagetan dan kesakitan yang luar biasa menjamah. Dari ujung rambut, hingga ujung kuku kakiku yang agak memanjang.
“Eh.. hai.. Jo.. hai..kabar baik. Kamu gimana?” jawabku terbata yang dibalasnya dengan senyuman merekah yang pernah menjadi milikku itu.
“Aku juga baik. Oh ya, ini istriku, Lara” dia memperkenalkan wanita berambut panjang itu padaku. Masih dengan senyum terpaksa dari bibirku, Aku menyambut uluran tangannya yang memohon untuk kusambut.
“Rasta” memberitahukan namaku dengan suara datar.
“Oh yah, sepertinya aku harus pergi. aku masih ada janji,” kataku sekenanya karena tak kuat menahan perasaan terlukaku.
“Okey, kayaknya penting banget tuh.” Ucapnya sambil tetap menggenggam tangan si wanita berambut panjang dan bermata bulat itu.
“Sampai jumpa” kataku seraya melambaikan dengan malas tangan kiriku.
Aku berlari kecil dan tetap mempertahankan itu sampai beberapa menit. Mengira sudah agak jauh dari Jovin, aku berlari sekencang-kencangnya, melawan hembusan angin yang menerpa kulitku. Aku mulai membuat air dipelupuk mataku menjadi belepotan diantara pipiku. Aku menangis. Parahnya, aku ternyata menangisi kebahagiannya.
Aku ingin hujan menemaniku. Aku ingin hujan membasuh kesedihanku. Yang pasti, aku ingin hujan menutupi air mataku yang terus jatuh yang belum bisa berhenti sampai sekarang. teringat sebuah lagu.
Ingin kubunuh pacarmu, saat dia peluk tubuh indahmu, di depan kedua mataku… hatiku terbakar jadinya…aku cemburu…
Lagu itu menghujam seluruh tubuhku. Melemahkan semua syarafku. Air mata ini semakin membanjiri seluruh tempatku berdiri. setidaknya itu yang terjadi dalam bayangku. Aku kembali meratap
Tuhan berikanlah aku cinta…untuk temaniku dalam sepi. Tangkap aku dalam terangmu… tuhan, beri aku cinta…
Sepertinya aku telah menemukan apa yang sebenarnya menyakiti jiwa, raga, batin dan hatiku. Sesungguhnya baru aku menyadari bahwa aku telah kalah darinya. Sampai saat dimana aku harus mengorbankan status hubungan pacaranku dengannya, hingga saat ini pun aku masih tak pernah mendapatkan gantinya. Dia? Mungkin sudah berkali-kali menjajaki hubungan cinta, dan sekarang? Istri cantik, rupawan, telah dia miliki. Aku? Masih teronggok seorang diri di kamar yang pengap ini.
Aku tak bisa lepaskanmu dari mataku, aku tak bisa membunuuhmu..dan aku tak bisa bohongi diriku butuh kamu… aku tak bisa melupakanmu…
Tuhan… apa yang terjadi dalam hidupku? Bukankah dulu aku bahkan tak mencintainya? Tapi sekarang? Dia membuatku seperti ini. aku tak bisa hadapi kenyataan ini. aku mohon, kuatkanlah diriku menghadapi dilemma ini. kirimi aku penyembuh yang bisa membalut luka ini. luka yang selama ini masih terpendam oleh dempul, sehingga aku tak menyadari bahwa luka itu menganga terlalu lebar setelah dempul itu terambil sesaat setelah ku melihatnya kembali setelah sekian lama.
Apa yang harus aku lakukan? Mungkin aku akan berhayal lagi. Aku bisa mengakhiri khayalan yang membuatku hampir mati ini. aku segera mungkin akan menggantinya dengan yang indah. Tapi aku butuh sedikit lagu cinta yang bahagia….
Here we go….lagu yang membuatku bersemangat lagi lirih terdengar…
Kuyakin cinta slalu mengerti…kuyakin cinta tak salah…kuyakin cinta kan saling percaya…lalalalalalalalalal….

Tuesday, 31 July 2012

terjerumus sepi


Ada sebuah cerita pada sebuah masa. Ketika itu tak ada kata derita di sana. di sana hanya ada gempita. Di sana tak pernah ada gulana. Bayangkan saja cerita itu memang benar adanya. Tampak di sana. suatu ketika itu mengayunlah ayunan bambu yang kecoklatan terpanggang bara sang surya. Seseorang bergayutan di sana. di pipinya bersemayam lubang kecil, dua-duanya. Giginya rata meringis terkikik-kikik. Hatinya gembira berayunan di sana. seperti tak ada lara. Seperti air mata hanya terbendung rapat dalam kubangan dalam matanya, tak ingin menampakkan wajahnya. Kala itu angin bertiup begitu santun. Menghempaskan sedikit demi sedikit rambutnya yang mengayun berlawanan dengan ayunan ayunan yang di dudukinya itu. wush…bertiuplah sepoi. Wush…berhembus dengan asoy…
Tiga puluhan menit ia bayangkan dirinya di surga, meski tak sekali pun ia pernah mengunjunginya. Nampak pada matanya sesosok peri kecil menghampirinya. Ia sapa kilauan yang bergerak itu. berhentilah, menghampirilah, tersenyumlah peri itu padanya. Apa yang tengah kau lakukan dengan terbang di sekitarku? Katanya merasa sama sekali tak terganggu. Diam jawabnya. Sekali lagi ia bertanya. Kau itu apa? kau tak sama sepertiku. Kau bahkan bisa terbang. Katanya sedikit kecewa. Hening menjadi jawabnya. Ayunan terhenti begitu saja. tak lagi-lagi kaki mungil itu mengayuhnya ke depan ke belakang. Ia pandang makhluk mungil di hadapannya. Berkediplah ia dengan kedipan panjang. buka mata yang berikutnya kilauan berlian yang terbang kini hilang. Kepalanya ia tolehkan ke kanan kiri belakang depan menyerong. Lenyaplah. Ia berdiri memunggungi tunggangannya yang mengantar hayalannya sampai di surga. Hening lagii. Kali ini disertailah tatapan mencari. Ia berdiri tertegun sepi.
Begitu mengherankan merasakan perasaanya kala itu. ia tak pernah merasa seperti itu. ia tak sekalipun mengetahui perasaan apa itu. dia terbiasa dengan dirinya sendiri. ia selalu bahagia dengan dirinya sendiri, itu waktu sebelumnya. Sebelum peri kecil itu tiba-tiba tiba. Muncul dengan senyuman di hadapan kedua matanya yang tak pernah menatap mata lain selain matanya sendiri dalam cermin.
Ada ganjalan yang memanas di matanya. Mata jernih itu kini tercemari. Bendungan dalam dalam matanya telah binasa. Air bah menggenang dalam matanya yang jernih. Setetes yang deras tiba di pipinya yang menggunduk penuh. Meliuklah air itu di permukaannya. Air itu jatuh dalam genggamannya. Ia kata pada dirinya, apa ini? air apa yang tiba-tiba jatuh dari mataku ini? ia tak tahu. Perasaannya mengelabui rasa penasarannya yang rasional menjadikannya irasional. Seperti mendidih. Seperti tertindih. Dadanya berat. Napasnya membeban. Ia tarik dalam-dalam. Apa ini yang terjadi pada dadaku yang dulu selalu ringan? Ia tak pernah mengerti.
Apa ini salah peri itu yang mengutuk jiwaku? Bukan! Jawabnya sendiri. ia pikir lagi kemudian. Tak menemukan jawabnya. Termenung lagi. Merenung lagi. Apa ini? yang selalu menjadikannya gelisah. ia tak tahu lagi. Kemudian ia baru menyadari. Ia merasakan ada yang hilang seperti hilangnya peri itu. matanya yang menemukan mata lainnya itu seperti kehilangan jati diri. Meski terbiasa sendiri, ia tak menyangka akan datang seorang peri yang memasung perasaan suka yang yang dulu tak terganti. Memang, ia tercipta sendiri. tapi seharusnya ia mengetahui dan menyadari, jika seseorang telah menghadiri relung hati yang terbiasa sepi, ia akan segera tahu bahwa ia tak bisa untuk ditinggalkan sendiri. meski tercipta dalam kesendirian, jika ada yang mampu menemani, tak sanggup ia akan hidup sendiri. ditinggalkan sepi. 

Monday, 30 July 2012

mencintai yang menyakiti


Begitu banyak permasalahan yang harus dihadapi di dunia ini. namanya hidup, wajarlah kalau punya masalah. Sayang, tak ada yang suka mendapat masalah.
Tunggu…
Ada satu yang mengganjal.
Ganjalannya adalah, aku tak sudi dan tak suka termasuk ke dalam yang namanya mayoritas. Aku anti mayoritas, sebagian besar kemayoritasan. Tapi tetap ada sebagian yang membuatku lebih suka dikungkung dalam anggota persekongkolan orang awam itu. Bukannya aku sombong, aku kadang lebih suka terlibat masalah dari pada bengong tanpa memikir sesuatu. Aku kadang lebih suka terseret di dalam arus yang deras dari pada mengapung di atas keheningan. Tapi lagi, aku suka jenuh. Kadang ingin ini, kadang ingin itu. tak pasti.
Siapa di dunia ini yang tidak ingin bahagia? Tak ada! Mau tahu buktinya? Tuh lihat saja doa-doa yang tersebar di muka dunia. Pasti semua mengandung ingin berbahagia. Tak satu pun kepala yang mengimpi tentang duka, lara, derita. Tapi tahukah? Kadang aku menikmatinya. Lugas hatiku memimpin si duka kepada pengembaraan kata. Mengasikkan bila hanya menyeruputnya dan meninggalkan ampasnya pada selembar kertas. Sehabisnya? Hanya ingatan dan kenangan yang akan membawaku lagi pada sejarahku yang terdahulu. Seperti membaca dongeng serial yang pilu. Di sebalik gundah yang tumpah aku mengenal diriku. Mengingat lagi bagaimana aku yang akan menjadi dahulu.
Tidak banyak yang menghargai keberadaan derita. Mungkin terkadang aku juga mengutukinya. Memakinya. Menyumpahinya sekarat dalam debu. ASU, kataku saat-saat tertentu. Namun kusadarkan lagi jiwaku yang membara. Saat ini pikiranku mengacu pada satu hal yang akan sedikit mengurangi bebanku. Jadikan masalahmu sebagai teman, reguk sesuatu yang indah di sana. ajaklah ia berkencan. Cumbuilah luka yang menganga. Ia seketika akan luluh padamu yang merdeka dari kesakitannya.

malam hampa


Sesuatu yang hinggap dan menyergap kini menguap. Mungkin saja segenggam asa yang kutawarkan padamu telah lenyap seiring terkesiapnya hatiku mencerna kata yang tercuap. Atau saja aku tak terlalu meleburkannya dalam otakku yang selalu berteriak dalam perangkap. Sudah cukup teriris atau sudah terlalu terkikis. Onggokan hitam kecoklatan yang bersemayam dalam rongga dadaku terlalu banyak menangis.
Ada kalanya terbersit sedikit hampa oleh ketakhadiranmu di hari yang menggembala. Ada saatnya terkelabuilah diriku oleh manisnya bibirmu yang mengaduh, membuat bibirku dengan ringannya berlabuh. Ada masanya kulitku meraung meminta sedikit hangat dari belaianmu yang berkelana dalam nadiku yang tercabik hampa. Namun kuharap kini berlalu. Tak ada lagi sekelebat kesadaran yang mengarah pada kecupan merdumu. Meski rindu akan rintihanmu yang memelas rongga keimananku, aku tetap tak akan mengalah. Detik ini ku coba mengeriknya dengan belati. Detik ini akan kucabut akar-akar yang bersemedi. Sayang, kurasa gagal. harusnya tak kucoba merangkai kata-kata yang tersebut sebelumnya. Teringat lagi akan sosokmu yang berang, kecewa akan kesepahamanku yang menjilat. Walah, aku terperangkap lagi dalam jerat. Harusnya tak terbersit menuliskannya dalam serat. Ingin kuraungkan kata Jancuk. Ancuk. Dancuk. Pincuk. Gancuk. Apalagi itu. tak kukenal kata itu sebelumnya. Hanya kata mereka saja yang terdengar penuh amarah ketika mengucapnya, melemparnya ke udara. Aku ikut-ikut saja untuk membuang resahku dalam sela-sela oksigen yang terburai sebebasnya. Marah pada diri sendiri. merah menelaah pada sunyi. Aku terpikat lagi pada pesona hasrat yang terpatri. 

Saturday, 28 July 2012

membunuh cinta


Entah apa lagi ini yang mendera dalam hidupku. Hari-hari yang menyakitkan. Hari yang memuakkan. Sampai aku harus merasakan kesakitan yang mengoyak relung hati. Tak tahu lagi apa yang sebenarnya terjadi. semua ini gara-gara perasaan konyol yang bernama “cinta”. Apa itu!!! kata bodoh yang tercipta dari otak sang pengembara kenikmatan dunia. Omong kosong belaka. Aku terlalu meninggikannya! Tapi tak akan lagi aku memuja perasaan yang kini menghinakanku itu. aku muak dengan akal bulus yang ditawarkan cinta padaku. Kenyataannya?? Aku yang kini harus menaggung getirnya.
Menguasaiku, memperbudakku, menggerogoti otak dan hatiku. Cinta! Ingin membinasakannya dari hidupku. Tak ingin lagi tergoda dengan bujuk rayunya yang meraung-raung minta terbelai oleh halus perasaanku. Tak bisa lagi kurasakan halus itu. kini perasaanku membuas, mengaum, mencakar-cakar setiap organ-organ yang mengatas-namakan cinta. Mati saja, pikirku. Bukan. Bukan aku yang mati. Nanti saja kurasakan kematian bila memang ajal menjemputku. Aku rela. Kini yang harus mati adalah sang “cinta” yang dulu kuelukan. Kini pergilah saja. biarkan saja diriku menjalani hidup tanpa cinta yang membutakan segalanya. Memperdaya iman. Menggodai akal. Mengelabui sistem kerja hati yang murni, menjadikannya merana.
Biar saja aku dicerca oleh sang pecinta “cinta”. Biar saja aku dihina oleh sang penikmat “cinta”. Biar saja aku dicaci oleh sang pelantun makna indah “cinta”. Bagiku, “cinta” kini tak lain adalah kehinaan yang ingin melingkupi kesadaranku. Bagiku, “cinta” hanyalah seonggok kata yang bermakna “sampah”, sisa-sisa yang kudapatkan hanya luka.
Tapi, apa aku bisa hidup tanpa “cinta”? aku kembali dilema. Bukannya aku memang tercipta dari kata itu. “cinta” lah yang mengadakan aku. “cinta” lah yang menciptakan aku. “cinta” lah yang menghidupkanku. Bagaimana ini? apa aku mendurhakai “cinta”? atau aku harus lebih bijaksana dalam memperlakukan “cinta”?
Benar. Mungkin sebaiknya bukan “cinta” yang kubunuh. Mungkin bukan “cinta” yang semestinya  aku maki dari tadi. Mungkin aku  yang salah mendewakannya. Bukan ia yang mengelabuiku. Aku hanya salah menempatkannya. Aku hanya harus lebih cerdas meletakkan cinta, bukan di atas segalanya, namun diantara apa-apa yang ada. Aku sebaiknya menyisipkan satu kata lagi biar ku tak lagi merasa bahwa “cinta” telah memperdayai kemurnian hatiku. Mungkin aku harus membubuhkannya pada setiap hela napasku. Kata itu.. kata yang kuharapkan sedikit mengendorkan saraf angkara murkaku. IKHLAS.

Saturday, 21 July 2012

sayap terkebiri


Aku bertapa di dalam pikiranku yang melambung. Ada semak belukar di sana. aku merasakan perih saat belukar itu mencabik denyut nadiku yang menghidupkan jiwaku. Sebatang pohon tak kunjung kudapati meski tlah kucari belasan tahun dalam hidupku. Bukan pohon itu yang kutemui selama ini, hanya ilalang bergerak semrawut diantara tulang-tulang lunakku, menggelontorkan sedikit pucat dalam darahku. Hanya sekejab. Kudapati lagi rerumputan kering mengoyak kesadaranku. Kering rasanya, aku ingin sedikit membasahi bibir dan kerongkonganku dengan surga di bibirmu yang bergairah. Sedikit saja membawaku merasakan kebebasanku. Kukembali lagi terpasung dalam kungkungan itu sedetik setelah itu. kapan kutemukan pohon itu, pohon berdaun subur yang berbuah ranum. Kemana lagi akan kuberjalan demi melihat sayap ini tumbuh? Aku hanyalah sebagian kecil daari mereka yang terpenjara dalam rantai tak terlihat. Aku tak mau lagi sayap ini terkebiri. Aku ingin membuat sarangku yang mampu melindungi tiap pikiran kotorku, setidaknya itu kata mereka. memangnya apa hak mereka menganggap pikiran ini hina? Tak! Tak punya hak sama sekali. Biarkan saja kutaburkan sendiri pupuk-pupuk yang mampu mengembalikan sayapku yang tlah lama mengkerut, dikebiri secara beruntun. Sudahlah, biarkan sebentar saja aku berkabung dalam dinginnya kesepahamanmu yang tak sepaham dengan otakku yang tak ber-ibu. aku tetap ingin mencari pohon itu sendiri tanpamu yang memasungku dengan besi-besi karatan itu. tak tahukah kamu aku terbakar cemburu oleh setan yang selalu menggodaimu? Kenapa tak dijadikannya saja aku sebagai makhluk berunsur api itu? aku tak perlu harus menunduk-nunduk di depan raksasa kerdil yang kau ciptakan. Aku tak perlu lagi bersujud-sujud pada apa yang kau sebut itu cahayamu. Aku hanya ingin menemukan pohon itu, pohon berbuah ranum memerah yang akan memberikanku sejuta gairah dalam dekapannya yang penuh kebebasan.

Thursday, 12 July 2012

kurasakan kalbu yang mendamba


Masih terasa beban itu menggantung keabadian dalam diriku. Masih bersemi kemunafikan itu dalam nurani yang terkungkung. Berkelana ke negeri kosong. Aku bersemedi dalam hunian yang mlompong. Sendawa menerjang diantara kesunyian. Menakutkan bak sekelebat bayangan putih mendorong kekokohan. Entah apa yang kini kurasakan. Bayangmu memudar tak kuinginkan.
Satu hal yang sempat membuatku berpikir ulang. Akankah kau mengkonsumsi tiap kata yang kulantunkan? Akankah kau melihat pada mataku yang gusar? Ada amarah dalam getar rintihan yang kunyanyikan. Ku masih tetap ingin menyatukan perasaan dalam angan yang hanya dambaan. Haruskah aku membongkar kedustaan yang bertengker dalam otak tiap adam? Bukan. Tidak semua berpikir sama. Aku mencintaimu yang berbeda dari mereka. aku mengagumimu sebanyak aku mengagumi bulir cinta yang menyengat ragaku. Infatuasi ini menggebu dalam setiap detik yang merindu. Aku merindumu layaknya butiran pasir mendamba lautan. Begitu dekatnya kau dalam hayalku, namun begitu luas jarak yang kutempuh menggapai tiap desir kesejukan dalam dekapmu.
Aku di sini masih dalam nurani yang mendambamu. Seikat harapan kutenteng dalam rongga kalbuku. Akankah kau sedikit saja menyapaku dalam diammu? Tak kah kau merasakan hal yang sama sepertiku?
Ini bukan bualan. Ini bukan kepalsuan. Ini yang kurasakan.

Wednesday, 11 July 2012

pada sebuah kerinduan


Kerontang meradang pada bibir ini. merasa ada yang terbengkalai. Usang menjamah pada keranuman bak awan senja. Merah merekah nan sumringah, namun tak lekang oleh sendu. Dan kini menjadi gelisah sudah. Ia mencari-cari di mana pemakamannya sendiri. Ia merasa tlah mati saat ini. Gersang menghinggapi dalam rekahannya yang meng-ilalang pucat penuh rasa kehausan. Sekalipun tersiram air liur, ia tetap kembali meradang. Usapan lembut dari sang penderita menggubahnya menjadi derita. Nyinyir terasa kala suara titik embun berkelana dalam derasnya desiran dalam dada. Ia rasakan tak sanggup lagi memikul padang pasir di permukaannya yang kini berputiran kasar.
Malam pun bersenandung. Sang penderita menyingkapkan kekesalannya pada sebuah gambar.  Ia cermati gambar itu. Sebentar saja ia telah terpaku pada seonggok buku harian yang membayang. Bibir itu kini menderita hayalan panjang. Bibir bersemu merah padam menahan amarah. Ia kesal pada tulisan itu yang kini bersemayam di atas lembaran. ia kesal pada jemari yang menari menorehkan kata-kata yang pilu, membuatnya semakin mengiba. Mungkin sebaiknya ia tutup matanya. Kubur kekeringannya. Tak menghayalkan sedikit pun tentang dewa pujaannya.
Namun gagal. ia tetap merindukan untuk terjamah oleh sedikit ranum dari pujaannya. tak ayal.  Kini, Ia menamakan dirinya keterbengkalaian.

bestfriend part 2


When mourning morning comes through the days
When scattered of the heart decorating times
It is upset, it is bad. It is awful, it is damn
And unexpectedly you come wiping off my tears
And suddenly you hold my cold hand
It is ease to have you here. It is relieve to be with you here

You are my shine when the sun is covered by the cloud
You are the light when the moon is fully hidden by the dark
Hi my friend, my best friend..
Let me hold your hand..
Hi my friend, my best friend,
Seize the joy till the end


When irritated night comes to suffer me inside
When sad arrives to get this smile gone
It is terrible, it is poor. It is horrible, it is damn
And unexpectedly you take these tears away
And suddenly you put the smile on this dread face
It is ease to have you here. It is relieve to be with you here

It is about me, it is about u
And it is about us…
Coz everything we’ve learnt is never last

Tuesday, 10 July 2012

DOngkol membuang Galau


Hari yang menggalaukan. Ih, males banget sih dengar kata itu. G.A.L.A.U. Seperti tak ada kata lain saja. muak melihatnya beredar di dunia maya, apalagi di dunia nyata. Kalau boleh aku bilang, kata itu sebaiknya dimusnahkan saja dari KBBI. Waduh, apa hakku yah? Emangnya aku punya hak untuk menghapuskan apa yang sudah ada dan sudah eksis sebelum keberadaanku di muka bumi?
Sudahlah, sekarang aku ingin menuliskan tentang aku yang tengah terkatung-katung. Tengah jemu menunggu dan menanti sesuatu yang tak pasti.
Orang-orang hilir mudik di depanku, di belakangku,
Melewati sisi badanku yang kiri, kanan, lewat begitu saja.
Raut muka ini masam bercampur kerutan
Otakku bergerombol membentuk kata “DONGKOL”
Sebentuk kekacauan merampas hari yang semakin merongrong
Ku tunggu..
Ku tunggu lagi..
Ku tunggu…
Sampai ngesot-ngesot, sampai perutku tergerogot
Ijinkan ku berteriak, ijinkan ku menjerit
Hanya sekedar ingin menjumput sedikit kelegaan
Hanya sekedar ingin menuntut kebebasan
Sudahlah sudah… bersabarlah sedikit saja, sedikit lagi
Mungkin nanti semua akan memudar,
Sepudar hitam yang terenggut terik matahari
Yang menjadikannya nanar.
Apa? tak ingin nanar yang ku maui
Tak ingin kacau yang ku ingini…
Bagaimana bila ku meminta sedikit hati
Darimu yang kini tlah pergi..
Hibur aku di sini……

Monday, 9 July 2012

BESTFREN


Semua gundah memudar dengan candamu
Semua resah menguap
Seiring tawa yang berkejaran saling bertukar
Kudapatkan bahagia walau tangisanku semalam membelenggu
Kudapatkan gembira dengan senyumanmu yang terpancar

Penawar lara
Penawar duka
Yang usap air mata
Yang hapuskan derita
Kita kini di sini
Kita slalu di sini
Semua masa akan tetap sama
Sejauh apapun akan tetap satu jiwa

Penawar dukaku, jangan lepaskanku sendiri
Kita kan tetap slalu bergandeng tangan
Walau badai sebesar apapun menerjang
Tanganku akan slalu setia mengusap air matamu
Pundakku slalu siap sedia redupkan gundahmu

Pegang erat tanganku
Kan kugenggam jemari tanganmu
Sahabatku ku slalu di sini untukmu…
Kuharap kau slalu bersamaku.